Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Palu Hakim yang Menentukan Nasib Sang Jenderal

Kompas.com - 03/09/2013, 09:21 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Perjalanan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) dengan terdakwa Inspektur Jenderal Djoko Susilo memasuki babak akhir. Pada Selasa (3/9/2013) siang ini, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dijadwalkan membacakan vonis atas perkara tersebut.

Perkara korupsi simulator SIM ini mulai diusut KPK sejak pertengahan tahun lalu. Sekitar Juli 2012, KPK menetapkan Djoko Susilo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM roda dua dan roda empat tahun 2011. Selaku Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI, Djoko disangka melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara.

Dalam kasus ini, Djoko tidak sendirian. KPK juga menjerat mantan Wakil Kepala Korlantas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo, Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto, dan Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S Bambang sebagai tersangka.

Presiden turun tangan

Mengusut kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM yang melibatkan dua jenderal polisi ini bukanlah perkara mudah bagi KPK. Jika masih ingat, KPK sempat berselisih dengan kepolisian terkait kasus ini. Pada saat yang hampir bersamaan, kepolisian juga menetapkan Djoko, Didik, Budi, dan Sukotjo sebagai tersangka. Para tersangka bahkan sempat ditahan kepolisian sebelum KPK memenjarakan mereka.

Pengusutan kasus ini oleh KPK semakin dramatis ketika sejumlah anggota kepolisian menyerbu Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, untuk menangkap penyidik KPK, Komisaris Novel Baswedan. Polisi menetapkan Novel sebagai tersangka atas dugaan penganiayaan berat sehingga menyebabkan kematian tersangka pencurian sarang burung walet pada 2004.

KOMPAS IMAGES/MUNDRI WINANTO Gabungan aktivis, Ormas, dan LSM menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung KPK, Jakarta, Jumat (5/10/2012). Mereka menuntut KPK segera menahan Irjen Djoko Susilo atas kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM.

Ketika itu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyebut upaya ini sebagai bentuk kriminalisasi terhadap KPK. Tidak berhenti sampai di situ, insiden ini diikuti dengan penarikan besar-besaran penyidik kepolisian yang bertugas di KPK. Penarikan para penyidik besar-besaran ini dirasa KPK dapat menghambat penyidikan kasus-kasusnya, termasuk kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM.

Hingga akhirnya, ketegangan antara kepolisian dan KPK diselesaikan melalui tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada 8 Oktober 2012, Yudhoyono meminta kepolisian menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus simulator SIM kepada KPK. Presiden juga meminta kepolisian untuk menangguhkan penyidikan kasus Novel Baswedan yang menjadi pimpinan satuan tugas penyidikan kasus simulator SIM tersebut.

Dijerat dengan pencucian uang

Amanat Presiden tersebut seolah tidak disia-siakan KPK. Lembaga antikorupsi itu memaksimalkan pengusutannya hingga menjerat Djoko dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Sekitar Februari 2013, KPK mengumumkan penetapan Djoko sebagai tersangka TPPU. Dengan demikian, ada dua kasus yang harus dihadapi Djoko selama berurusan dengan KPK.

Jenderal bintang dua yang pernah mendapatkan penghargaan Bintang Bahayangkara Pratama ini diduga menyamarkan harta kekayaannya yang berasal dari tindak pidana korupsi dalam kurun untuk periode 2003-2010 dan 2010-2012. Djoko diduga membeli sejumlah aset yang diatasnamakan istri-istrinya dan keluarganya.

KOMPAS/ALIF ICHWAN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (1/3/2013) kembali memeriksa mantan Putri Solo 2008, Dipta Anindita. Dipta d periksa terkait penyidikan kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) Korps Lalu Lintas Kepolisian RI. Dipta di periksa karena di anggap mengetahui terjadinya dugaan korupsi dan pencucian uang. Dipta adalah istri muda tersangka kasus tersebut yakni, Inspektur Jenderal (Polisi) Djoko Susilo.
Diwarnai isu wanita

Pengusutan kasus dugaan pencucian uang Djoko memunculkan nama wanita-wanita yang menjadi istri Djoko. Ada tiga wanita yang dinikahi Djoko selama ini, yakni Suratmi, Mahdiana, dan Dipta Anindita. Mereka beberapa kali diperiksa KPK sebagai saksi terkait kepemilikan aset suaminya. Namun sayangnya, ketiga istri Djoko ini menolak untuk diperiksa sebagai saksi bagi suaminya dalam persidangan.

Dituntut 18 tahun penjara

Persidangan kasus simulator SIM dimulai sekitar April 2013 di Pengadilan Tipikor Jakarta. Adapun Djoko merupakan tersangka pertama yang disidang.

Setelah melalui proses persidangan selama lebih kurang empat bulan, sampailah bagi jaksa KPK untuk menuntut Djoko. Bulan lalu, jaksa KPK menuntut agar hakim menjatuhkan hukuman 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Djoko juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar keuntungan yang diperolehnya dari proyek simulator SIM, yakni Rp 32 miliar.

Selain menuntut hukuman pidana, jaksa KPK meminta agar dalam putusannya majelis hakim Tipikor menambah hukuman berupa pencabutan hak politik Djoko untuk memilih atau dipilih.

Dalam tuntutannya, jaksa KPK menilai Djoko terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang untuk periode 2003-2010 dan 2010-2012. Djoko dianggap terbukti menyamarkan hartanya yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi dalam bentuk investasi bisnis, kendaraan, dan tempat tinggal dengan mengatasnamakan para istrinya dan keluarganya.

FERGANATA INDRA RIATMOKO Komisi Pemberantasan Korupsi menyita tanah dan bangunan yang diduga milik tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang Djoko Susilo di Jalan Patehan Lor, Kecamatan Kraton, Yogyakarta, Kamis (14/2/2013). KPK juga menyita sebuah rumah dan bangunan yang diduga milik Djoko di Jalan Langenastran Kidul, Yogyakarta. Kedua rumah tersebut masing-masing berada di sisi barat dan timur Alun-alun Selatan Yogyakarta. KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Kepemilikan harta Djoko dianggap tidak sesuai dengan profilnya sebagai pejabat kepolisian. Untuk periode 2003-2010, Djoko memiliki total aset senilai Rp 54,6 miliar dan 60.000 dollar AS. Padahal, total penghasilan yang diperolehnya sebagai pejabat Polri ketika itu hanya Rp 407 juta dan penghasilan lainnya sekitar Rp 1,2 miliar.

Dalam periode itu Djoko pernah menjabat sebagai Kapolres Bekasi, Kapolres Metro Jakarta Utara, Dirlantas Polda Metro Jaya, Wadirlantas Babinkam Polri, Dirlantas Babinkam Polri, dan Kakorlantas.

Kemudian, dalam periode 2010-2012, penghasilan Djoko sebagai pejabat Polri hanya sekitar Rp 235,7 juta ditambah penghasilan lainnya senilai Rp 1,2 miliar. Namun dalam periode itu Djoko telah membeli aset sekitar Rp 63,7 miliar. Dalam periode ini, Djoko menjabat sebagai Dirlantas Babinkam Polri, Kakorlantas, dan Gubernur Akpol.
Selain dianggap jaksa terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang, Djoko dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangannya untuk menguntungkan diri sendiri, pihak lain, atau suatu korporasi. Dia dianggap terbukti menunjuk PT Citra Mandiri Metalindo Abadi sebagai pelaksana proyek roda dua dan roda empat simulator SIM dan menggelembungkan harga alat simulator SIM. Dari perbuatannya ini, Djoko memperoleh keuntungan Rp 32 miliar.

KOMPAS/ALIF ICHWAN Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Koripsi (KPK), Bambang Widjojanto.
Vonis yang monumental

Tuntutan jaksa KPK tersebut akan diuji melalui putusan majelis hakim yang dijadwalkan dibacakan hari ini.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan, vonis atas perkara dugaan korupsi dan pencucian uang proyek simulator ujian SIM dengan terdakwa Inspektur Jenderal Djoko Susilo dinilai akan menjadi putusan yang monumental. KPK berharap putusan ini dapat menjadi preseden baik bagi pemberantasan korupsi ke depan.

"Ada beberapa capaian yang ingin coba diraih KPK yang juga menjadi bagian dari tuntutan publik. Putusan besok agak monumental kalau betul hakim bisa memutuskan sesuai dengan harapan," kata Bambang.

Bila putusan sesuai yang diharapkan, kata dia, vonis tersebut akan monumental karena menjadi pembuktian dari upaya jaksa KPK menyita harta terdakwa yang tak dapat dibuktikan asal-usulnya.

Lantas, akankah vonis hakim sesuai dengan harapan publik?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com