"Memang kita melihat ada kecenderungan partai-partai yang kebetulan kursinya lebih banyak ini tidak mau melanjutkan pembahasan, buying time," ujar Sekretaris Fraksi Partai Hanura, Saleh Husin di Kompleks Parlemen, Senin (19/8/2013).
Dengan mengulur waktu itu, lanjutnya, maka pembahasan Undang-undang Pilpres semakin mepet sehingga kemungkinan waktunya tak lagi cukup untuk direvisi.
"Nanti ujung-ujungnya habis waktu, dan kembali ke undang-undang yang lama. Tidak direvisi," imbuh Saleh.
Anggota Komisi V DPR ini menyatakan jika ingin direvisi, mau tidak mau Badan Legislasi harus segera membuat keputusan pada masa sidang kali ini. Pasalnya, sidang pleno Baleg yang sudah berjalan empat kali tak juga membuahkan hasil alias mentok. Pembahasan masih seputar perlu atau tidaknya UU Pilpres direvisi.
"Kalau mentok, ya dibawa saja ke paripurna. Apa pun itu hasilnya, apakah tetap menggunakan undang-undang lama atau direvisi, harus diputuskan di paripurna," kata Saleh.
Ia menuturkan Partai Hanura tetap berpandangan UU Pilpres harus diubah. Hal ini karena salah satu pasal yang mengatur tentang presidential treshold tidak sesuai dengan UUD 1945. Di dalam UUD 1945, kata Saleh, hanya disebutkan presiden dan wakil presiden berasal dari partai politik atau pun gabungan partai politik, tanpa menyebutkan adanya batas minimal suara.
"Kalau ini direvisi, kita bisa memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk punya pilihan yang lebih banyak," tutur Saleh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.