Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lihat Realitas, ICW Ditantang Masuk ke Sukamiskin

Kompas.com - 28/07/2013, 17:41 WIB
Kontributor Bandung, Putra Prima Perdana

Penulis


BANDUNG, KOMPAS.com - Narapidana Korupsi yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Kota Bandung menantang seluruh LSM antikorupsi untuk masuk ke dalam Lapas. LSM dan Aktivis Antikorupsi harus melihat realitas di dalam Lapas Sukamiskin, agar mereka tahu berapa banyak orang yang benar koruptor dan orang yang terpaksa dicap menjadi koruptor.

"Padahal, mayoritas di dalam sana adalah mereka yang tidak sengaja terlibat (korupsi)," kata Sekretaris Pengurus Kerukunan Warga Binaan Pemasyarakatan (PKWBP) Lapas Sukamiskin, Jumanto, di Bandung, Minggu (28/7/2013).

Jumanto menilai, selama ini ICW dan LSM antikorupsi lainnya hanya fokus kepada masalah-masalah korupsi besar. Namun, sistem hukum saat penetapan seseorang terlibat dalam korupsi atau menjadi koruptor justru tidak diperhatikan.

"Lihat ke daerah, berapa banyak orang yang terkriminalisasi atas nama korupsi," tegasnya.

Jumanto mengatakan ada rasa keprihatinan untuk mereka yang terpaksa menyandang gelar sebagai koruptor. Padahal, kata dia, mereka yang kebanyakan adalah pegawai rendah yang hanya menerima satu sampai tiga juta rupiah, tanpa diketahui asal-usulnya. Hukuman mereka pun disamakan dengan para koruptor kelas kakap.

Dicontohkannya dia yaitu kasus Rebino, petani penggarap yang buta huruf dan penerima Raskin tetap. Ia ditetapkan sebagai tersangka tunggal dalam kasus korupsi pembebasan lahan untuk pembangunan Sutet di Yogyakarta. Saat itu, Rebino diberikan Rp 3 juta untuk mengedarkan daftar penerima ganti rugi lahan Sutet.

Rebino kemudian dibebaskan oleh Pengadilan Negeri (PN) Kulon Progo yang saat itu menangani kasusnya. Namun, jaksa kemudian mengajukan kasasi yang putusannya menghukum Rebino selama 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara.

"Yang menjadi pertanyaan, bagaimana mungkin Rebino yang hanya petani buta huruf bisa ditetapkan sebagai tersangka tunggal. Padahal, tindak pidana korupsi pasti melibatkan sistem dan tidak satu orang," tuturnya.

Kemudian ada Abdul Hamid, kurir yang mengantarkan surat untuk para penerima dana Bansos pengembangan ekonomi sosial P2SEM Jawa Timur. Hamid hanya diberi ongkos Rp 1,5 juta dari Lembaga Penelitian Pengembangan Masyarakat (LPPM). Hamid sama sekali tidak mengetahui isinya.

Sama seperti Rebino, pada Putusan Pengadilan Negeri, Abdul Hamid dibebaskan. Jaksa kemudian melakukan kasasi. Pada kasasi tersebut Abdul Hamid justru dihukum 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan penjara.

"Padahal dana sebesar 1,5 juta yang dikatakan sebagai uang transport sudah dikembalikan dua kali lipat melalui jaksa disertai kwitansi pengembalian," jelasnya.

"Kami menantang ICW dan seluruh LSM dan Aktivis Antikorupsi bahkan media massa, untuk mencari kebenaran yang sebenar-benarnya di dalam Lapas Sukamiskin," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com