JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Demokrat paling "gerah" dengan manuver mitra koalisinya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang bersikap menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Sikap PKS ini berbeda dengan kesepakatan Sekretariat Gabungan yang satu suara mendukung kebijakan pemerintah itu.
Sebelumnya, PKS juga melontarkan ancaman akan keluar dari koalisi karena merasa tak cocok dengan gaya kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga Ketua Umum Partai Demokrat. Entah karena sudah terlalu "geram", politisi Demokrat Ruhut Sitompul pun menyebut PKS sebagai partai yang bandel. Ia meminta agar PKS dikeluarkan dari barisan koalisi.
Yang paling menohok adalah ungkapan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf. Nurhayati yang saat ini menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat menganggap PKS sebagai partai munafik karena bermuka dua dan inkonsisten. Ia juga pernah meminta elite partai tersebut untuk malu dan segera mengeluarkan sikap tegas.
"Kita harus menjaga budaya malu, menteri yang tidak sepakat, mundur, supaya tidak membebani Presiden. Kalau (partainya) sudah tidak sepaham sebaiknya mundur," kata Nurhayati, di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (5/6/2013).
Secara kebetulan, beberapa saat setelah Nurhayati mengeluarkan kata-kata itu, muncul Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring yang saat itu tengah rehat dari rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPR. Tifatul adalah Anggota Majelis Syuro PKS.
Sebagai Menkominfo, Tifatul dan Nurhayati bermitra di Komisi I DPR. Saat bertatap muka, keduanya tampak canggung.
Nurhayati seperti tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Ia menyapa Tifatul dengan memberi kabar bahwa dirinya saat ini sudah tidak lagi bertugas di Komisi I.
"Oh, baru mau saya ajak ke Malang (untuk tugas)," kata Tifatul merespons kabar kepindahan Nurhayati ke Komisi VIII.
Dalam pertemuan tak terduga itu, Tifatul juga lebih banyak menghindar dari para wartawan. Ia menolak menjawab pertanyaan dengan alasan tidak mengetahui perkembangan terkini.
"Begini Pak, ini teman-teman (wartawan) suka nanya. Menurut saya, nasib PKS bukan ditentukan oleh pemerintah, tapi oleh PKS itu sendiri. Iya kan, Pak?" todong Nurhayati kepada Tifatul.
Apa jawaban Tifatul? Ia tak menjawab apa pun dan hanya tersenyum. Sesaat kemudian, Tifatul memilih masuk ke ruang istirahat untuk menikmati sajian makan siang. Tak mendapatkan jawaban dari Tifatul, Nurhayati pun berlalu.
Jadi, siapa yang akan menentukan nasib PKS?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.