Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Dirjen Kemenkes Didakwa Korupsi Rp 50 Miliar

Kompas.com - 27/05/2013, 18:16 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan (sekarang Kementerian Kesehatan), Ratna Dewi Umar didakwa melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam empat proyek pengadaan di Depkes pada 2006 hingga 2007. Akibat perbuatannya, negara dikatakan mengalami kerugian lebih dari Rp 50 miliar.

Surat dakwaan ini dibacakan tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (27/5/2013). "Telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, korporasi, atau orang lain," kata jaksa Kadek Wiradana.

Surat dakwaan disusun secara subsideritas yang memuat Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP pada dakwaan primer, serta Pasal 3 dalam undang-undang yang sama pada dakwaan subsider. Ancaman hukumannya, maksimal seumur hidup atau 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.

Menurut jaksa, Ratna Dewi Umar bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) atau kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam empat proyek pengadaan di Menkes.

Proyek pertama, pengadaan alat kesehatan dan perbekalan dalam rangka wabah flu burung tahun anggaran 2006 di Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. Proyek kedua, penggunaan sisa dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun anggaran 2006 pada Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Ditjen Bina Pelayanan Medik Depkes.

Proyek ketiga, pengadaan peralatan kesehatan untuk melengkapi rumah sakit rujukan penanganan flu burung dari DIPA anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) perubahan tahun anggaran 2007. Keempat, pengadaan reagen dan consumable penanganan virus flu burung dari DIPA APBN-P tahun anggaran 2007.

Ratna disebut melakukan pengaturan perusahaan yang menjadi pelaksana proyek-proyek tersebut. Perbuatannya ini menguntungkan sejumlah perusahaan sekaligus merugikan keuangan negara. Adapun korporasi yang diuntungkan dari empat proyek pengadaan ini adalah PT Rajawali Nusindo, PT Prasasti Mitra, PT Airindo Sentra Medika, PT Fondaco Mitratama, PT Kartika Sentamas, PT Heltindo Internasional, PT Kimia Farma Trading, PT Bhineka Usada Raya, dan PT Chaya Prima Cemerlang.

Dalam pengadaan pertama dan kedua, kata jaksa, muncul kerugian negara sekitar Rp 10,2 miliar sesuai dengan penghitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Dalam pengadaan ketiga sebesar Rp 27,9 miliar sesuai dengan laporan BPKP," sambung jaksa Kadek. Kemudian pengadaan keempat, memunculkan kerugian negara sekitar Rp 12,3 miliar.

Surat dakwaan Ratna juga menyebut keterlibatan pihak lain yang diduga ikut dalam perbuatan korupsi dalam pengadaan empat proyek ini. Ratna disebut bersama-sama Siti Fadhilah Supari (menteri kesehatan), Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo, Sutikno, Singgih Wibisono, Freddy Lumban Tobing, dan Tatat Rahmita Utami.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPATK Bakal Laporkan Anggota DPR Main Judi Online ke MKD

PPATK Bakal Laporkan Anggota DPR Main Judi Online ke MKD

Nasional
MKD Disebut Bisa Langsung Tindak Anggota DPR Pemain Judi Online Tanpa Tunggu Laporan

MKD Disebut Bisa Langsung Tindak Anggota DPR Pemain Judi Online Tanpa Tunggu Laporan

Nasional
KPK Ungkap Modus Dugaan Korupsi Bansos Presiden, Kualitas Dikurangi

KPK Ungkap Modus Dugaan Korupsi Bansos Presiden, Kualitas Dikurangi

Nasional
Tiba di Pearl Harbor, KRI Raden Eddy Martadinata-331 Akan Latihan dengan Puluhan Kapal Perang Dunia

Tiba di Pearl Harbor, KRI Raden Eddy Martadinata-331 Akan Latihan dengan Puluhan Kapal Perang Dunia

Nasional
PKS Pastikan Sudah Komunikasi dengan Anies Sebelum Memasangkannya dengan Sohibul Iman

PKS Pastikan Sudah Komunikasi dengan Anies Sebelum Memasangkannya dengan Sohibul Iman

Nasional
Jokowi Sebut Surplus Panen Padi di Kotawaringin Timur Akan Dibawa ke IKN

Jokowi Sebut Surplus Panen Padi di Kotawaringin Timur Akan Dibawa ke IKN

Nasional
Hari Anti Narkotika Internasional, Mengadopsi Kebijakan Berbasis Ilmiah

Hari Anti Narkotika Internasional, Mengadopsi Kebijakan Berbasis Ilmiah

Nasional
Usung Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Dianggap Incar Efek 'Ekor Jas'

Usung Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Dianggap Incar Efek "Ekor Jas"

Nasional
Jokowi Sebut Indonesia Akan Terdampak Gelombang Panas Empat Bulan ke Depan

Jokowi Sebut Indonesia Akan Terdampak Gelombang Panas Empat Bulan ke Depan

Nasional
Duetkan Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Kurang Diuntungkan Secara Elektoral

Duetkan Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Kurang Diuntungkan Secara Elektoral

Nasional
3 Desa Dekat IKN Banjir, BNPB: Tak Berdampak Langsung ke Pembangunan

3 Desa Dekat IKN Banjir, BNPB: Tak Berdampak Langsung ke Pembangunan

Nasional
Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Nasional
Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Nasional
Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Nasional
Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com