Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Kedaulatan dari Atas Kapal Rusak

Kompas.com - 27/05/2013, 03:37 WIB

Selama hampir seperempat abad terakhir, kawasan perairan di sekitar beting Second Thomas, sekitar 200 kilometer arah barat laut Pulau Palawan, Filipina, dijaga sejumlah personel marinir angkatan laut negeri itu.

Jumlah personel dan jenis persenjataan yang mereka bawa dirahasiakan. Akan tetapi, yang unik, para marinir itu berjaga tidak dengan cara berpatroli menggunakan kapal perang canggih.

Sebaliknya, mereka justru berjaga dari sebuah kapal rusak dari era Perang Dunia II yang kemudian ”disulap” menjadi markas garnisun pasukan marinir itu.

Kapal perang bernama BRP Sierra Madre itu adalah sebuah kapal pendarat amfibi sepanjang 100 meter. Sejak tahun 1990-an, kapal itu tak lagi bisa berlayar setelah kandas di beting yang terletak di wilayah Kepulauan Spratly di perairan Laut China Selatan.

Di masa jayanya, kapal itu pernah memperkuat armada perang Amerika Serikat di masa Perang Pasifik dengan nama USS Harnett County. Oleh AS, kapal itu dibuat untuk memperkuat armada lautnya pada 1944.

Seusai Perang Vietnam, AS mewariskan kapal itu ke Filipina, yang menjadi sekutu dekat AS dari dulu. Sejak tahun 1976, kapal perang itu memperkuat armada AL Filipina.

”Sejak tahun 1990-an kapal itu memang menjadi markas pasukan marinir di beting Second Thomas. Saat laut pasang, beting itu tenggelam,” ujar Wali Kota Eugenio Bito-onon.

Beting itu, menurut Eugenio, terdiri atas gugusan karang berbentuk persegi sepanjang 8 kilometer.

Untuk mencapai kawasan ini, terutama untuk memasok keperluan logistik pasukan marinir Filipina, dibutuhkan perjalanan dengan kapal selama 36-40 jam dari pulau utama Filipina. Itu pun tergantung pada kondisi cuaca.

”Kapal itu memang masih kami fungsikan. Kami menganggapnya sebagai kapal yang tengah mengalami masalah,” ujar juru bicara Kementerian Pertahanan Filipina, Peter Galvez.

Walau seharusnya sudah ”dibesituakan”, pihak berwenang Filipina masih mengupayakan agar kapal itu masih nyaman dihuni para personel marinir yang dirotasi setiap tiga sampai enam bulan sekali.

Caranya adalah dengan menyediakan mesin diesel pembangkit listrik sehingga para prajurit bisa mengoperasikan berbagai sarana hiburan, seperti televisi, pemutar film, dan permainan video.

Selain itu, disediakan sarana telekomunikasi telepon satelit sehingga para personel marinir tetap bisa berkomunikasi dengan keluarga mereka di darat.

Kapal rusak itu sengaja tetap difungsikan lantaran di kawasan beting tak ada daratan tempat mereka bisa membangun markas militer permanen.

Kalaupun diupayakan untuk dibangun, bisa dipastikan pembangunan landasan dan gedung markas itu akan membutuhkan biaya yang sangat mahal.

Lebih lanjut, mantan komandan kapal BRP Sierra Madre, Juancho Sabban, menyebut, sangat tak mudah untuk hidup dan tinggal berbulan-bulan di beting itu hanya dikelilingi gugusan karang dan lautan luas sejauh mata memandang.

”Tak ada daratan yang bisa dipijak, apalagi ditinggali. Yang ada hanya kapal rusak itu. Untuk bisa hidup dan bertahan di sana, mereka harus mengandalkan pasokan logistik yang dikirim dari jauh,” ujar jenderal purnawirawan itu.

Akan tetapi, tambah Sabban, seperti itulah kehidupan dan tugas seorang anggota pasukan marinir. Mereka harus mampu dan terbiasa hidup seperti itu.

Untuk apakah segala jerih payah itu ditempuh para prajurit marinir tersebut?

Filipina diketahui mengklaim sembilan pulau di Kepulauan Spratly, termasuk Pulau Thitu, pulau kedua terbesar di gugus kepulauan itu

Titik panas

Wilayah Spratly selama ini dikenal sebagai salah satu titik panas sengketa teritorial yang melibatkan sejumlah negara di sekitar Laut China Selatan.

Kepulauan Spratly terdiri dari ratusan kepulauan besar dan kecil, gugusan karang, serta atol. Pada 1974 dan 1988, di kawasan ini sempat berkecamuk dua kali peperangan antara pasukan Vietnam dan China.

Puluhan tentara Vietnam tewas dalam dua kali pertempuran yang terjadi setelah China mulai mengklaim kepemilikannya atas sejumlah pulau yang sebelumnya diklaim Vietnam.

Selain Filipina, Vietnam, dan China, Malaysia dan Brunei juga ikut mengklaim kepulauan tersebut, yang diyakini kaya kandungan sumber daya alam minyak dan gas bumi.

Sejauh ini, hanya Brunei yang tak menempatkan personel militer di kawasan rawan konflik terbuka itu. Upaya menempatkan pasukan diyakini bertujuan untuk memperkuat klaim setiap negara.

Pada Kamis (23/5) lalu, Pemerintah Filipina untuk kesekian kali berang menyusul masuknya sejumlah kapal perang dan nelayan China ke perairan di sekitar beting Second Thomas itu.

Hal itu dinilai sebagai satu lagi langkah provokatif yang dilakukan China. Menteri Pertahanan Filipina Voltaire Gazmin belakangan menyerukan akan melawan hingga titik darah penghabisan demi mempertahankan wilayah Filipina itu.(AFP/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com