Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jhonny Allen Bantah Gelapkan Tanah

Kompas.com - 21/05/2013, 15:57 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Jhonny Allen Marbun membantah terlibat dalam kasus dugaan penggelapan tanah yang kini tengah diusut Polda Metro Jaya. Jhonny pun mengaku belum menerima surat penetapan tersangka dari pihak penyidik.

"Nggak ada (surat). Apa dasarnya? Tersangka apa? Tanahnya saya yang beli kok. Coba dikejar itu Polda," ujar Jhonny saat dihubungi Selasa (21/5/2013).

Jhonny menjelaskan, pada tahun 2007 dia membeli sebidang tanah. Jhonny pun kemudian mengurus proses administrasi terkait surat sertifikat kepemilikan tanah. Pada saat sedang diurus ke notaris, Jhonny mengaku tidak bisa hadir karena kesibukannya sebagai politisi. Akhirnya, anggota Komisi VII DPR ini pun memutuskan menggunakan nama ajudannya, Selestinus A Ola.

"Nah, pada tahun 2012 ini baru diperkarakan, dia bikin itu tanah dia, termasuk sudah dibikin atas nama istrinya. Sekarang tanya saja ke dia, yang beli tanah itu siapa?" tukas Jhonny.

Jhonny mengaku sudah menjelaskan kasus ini ke Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya bersama dengan notaris yang saat itu mengurus perizinan. Namun, entah bagaimana, Jhonny menuturkan kasus ini tetap terus diusut Polda Metro Jaya.

"Awalnya kan dibikin atas nama dia, harusnya dibuat pernyataan. Nah ternyata, itu janji mau dibikin balik nama saya, tahunya beberapa tahun kemudian seperti ini," imbuh Jhonny.

Dia menjelaskan bahwa Selestinus merupakan ajudannya dari tahun 2005-2009. Ia menduga Selestinus berani melaporkannya karena dia pernah menolak memberi uang kepada mantan ajudannya itu.

"Itu kan pemerasan, datang ke rumah minta duit miliaran, enggak saya kasih. Dia lalu mengaku itu tanah dia, tanah dia dari mana?" papar Jhonny.

Jhonny jadi tersangka?

Jhonny dikabarkan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya dalam kasus penggelapan. Sebuah dokumen pun beredar di kalangan wartawan Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa.

Di dalam dokumen yang beredar itu, terdapat kop surat Polda Metro Jaya Direktorat Reserse Kriminal Umum dengan nomor B/253/V/2013/Ditreskrum. Surat ini berisi perihal Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), terkait dugaan kasus penggelapan yang dilakukan Jhonny. Surat ditujukan kepada pelapor Selestinus A Ola.

Dalam surat tersebut juga dicantumkan bahwa Polda telah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus tersebut. Mereka adalah Salestinus A Ola, Andar M Situmorang, Pardamean Hutapea, Mastuti, Herni Dwiyanti, Retno Santi Prasetyati, dan Siti Narwiyah. Surat tersebut diteken oleh Kasubdit Kamneg Polda Metro Jaya AKBP Daniel Polly H Tifaona itu.

Polisi juga sudah melakukan penyitaan barang bukti berupa fotokopi sertifikat tanah seluas 472 meter persegi atas nama Selestinus A Ola, fotokopi legalisasi sertifikat tanah seluas 500 meter persegi atas nama Drs HM Iwan, dan fotokopi AJB nomor 09 dilegalisasi atas nama Harni Dwiyanti.

Selain itu, fotokopi legalisasi sertifikat tanah seluas 1048 atas nama Iransyah, fotokopi serah terima notaris Retno Santi Prasetyati kepada notaris Mastuti Betta, fotokopi berita acara serah terima sertifikat dari Mastuti kepada Jhonny Allen Marbun. Bagian bawah surat tersebut juga mencantumkan tulisan mengenai rencana Polda untuk memeriksa Jhonny.

"Rencana tindak lanjut proses pemanggilan terhadap Jhonny Allen Marbun anggota DPR RI guna didengar keterangannya sebagai tersangka," tulis dokumen tersebut, Selasa (21/5/2013). Belum diketahui pasti kebenaran dari surat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com