Di Jakarta, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhamad Yusuf, Kamis (16/5), tak menyatakan asal dana dan ke mana aliran dana dari rekening Labora itu. ”PPATK menyerahkan laporan hasil analisis mengenai aliran dana Aiptu Labora Sitorus ke Kepala Polri pada April 2013,” ujarnya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar, di Jakarta, mengatakan, dana di rekening Labora, yang sebelumnya disebut Aiptu LS, diduga berasal dari perusahaan yang terkait dengan bekas anggota Polres Sorong, Papua Barat, itu. Badan Reserse Kriminal Polri telah memblokir 60 rekening milik Labora. ”Mungkin ada nama lain yang terkait dengan LS,” katanya.
Menurut Boy, transaksi keuangan mencurigakan yang diketahui milik Labora adalah akumulasi transaksi terkait aktivitas perusahaan. Akumulasi transaksi tersebut terjadi pada periode 2007-2013. Jadi, transaksi keuangan mencurigakan itu bukan saldo.
Boy belum dapat menjelaskan aliran dana dari rekening Labora. Rekening seseorang di bank termasuk hal rahasia, yang sesuai aturan perbankan memerlukan izin dari Bank Indonesia untuk membukanya.
Dari Jayapura, Papua, dilaporkan, terkait kasus penimbunan 1.000 ton solar dan kayu ilegal, polisi menetapkan Labora sebagai tersangka. ”Kami menetapkannya sebagai tersangka, tetapi ia belum datang,” ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Papua, yang juga membawahkan Papua Barat, Komisaris Besar Setyo Budi, Kamis.
Menurut Setyo, Labora adalah pemilik dua perusahaan yang menggerakkan bisnis bahan bakar dan perkayuan. Namun, belum diketahui apakah bintara polisi itu juga terlibat dalam perusahaan lain.
Setyo memastikan, polisi belum berencana menyerahkan penanganan kasus itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar I Gede Sumerta Jaya, sejak November 2012 PT Pertamina memutus kontrak dengan PT SAW, pemilik solar ilegal yang diduga milik Labora. Nama Labora mencuat karena dia diduga memiliki rekening yang transaksinya mencapai Rp 1,5 triliun. Perusahaannya diduga tidak memiliki izin pengangkutan dan penimbunan bahan bakar.