Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dana dari Labora ke Banyak Pihak

Kompas.com - 17/05/2013, 03:36 WIB

Jakarta, Kompas - Dana dari rekening Ajun Inspektur Satu Labora Sitorus, anggota Kepolisian Resor Raja Ampat, Papua Barat, diduga mengalir ke banyak pihak. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan ada transaksi mencurigakan hingga Rp 1,5 triliun di rekening Labora sehingga dilaporkan kepada atasannya.

Di Jakarta, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhamad Yusuf, Kamis (16/5), tak menyatakan asal dana dan ke mana aliran dana dari rekening Labora itu. ”PPATK menyerahkan laporan hasil analisis mengenai aliran dana Aiptu Labora Sitorus ke Kepala Polri pada April 2013,” ujarnya.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar, di Jakarta, mengatakan, dana di rekening Labora, yang sebelumnya disebut Aiptu LS, diduga berasal dari perusahaan yang terkait dengan bekas anggota Polres Sorong, Papua Barat, itu. Badan Reserse Kriminal Polri telah memblokir 60 rekening milik Labora. ”Mungkin ada nama lain yang terkait dengan LS,” katanya.

Menurut Boy, transaksi keuangan mencurigakan yang diketahui milik Labora adalah akumulasi transaksi terkait aktivitas perusahaan. Akumulasi transaksi tersebut terjadi pada periode 2007-2013. Jadi, transaksi keuangan mencurigakan itu bukan saldo.

Boy belum dapat menjelaskan aliran dana dari rekening Labora. Rekening seseorang di bank termasuk hal rahasia, yang sesuai aturan perbankan memerlukan izin dari Bank Indonesia untuk membukanya.

Jadi tersangka

Dari Jayapura, Papua, dilaporkan, terkait kasus penimbunan 1.000 ton solar dan kayu ilegal, polisi menetapkan Labora sebagai tersangka. ”Kami menetapkannya sebagai tersangka, tetapi ia belum datang,” ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Papua, yang juga membawahkan Papua Barat, Komisaris Besar Setyo Budi, Kamis.

Menurut Setyo, Labora adalah pemilik dua perusahaan yang menggerakkan bisnis bahan bakar dan perkayuan. Namun, belum diketahui apakah bintara polisi itu juga terlibat dalam perusahaan lain.

Setyo memastikan, polisi belum berencana menyerahkan penanganan kasus itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar I Gede Sumerta Jaya, sejak November 2012 PT Pertamina memutus kontrak dengan PT SAW, pemilik solar ilegal yang diduga milik Labora. Nama Labora mencuat karena dia diduga memiliki rekening yang transaksinya mencapai Rp 1,5 triliun. Perusahaannya diduga tidak memiliki izin pengangkutan dan penimbunan bahan bakar.

Polisi, menurut Setyo, belum mengetahui ke mana dana dari rekening Labora mengalir. ”Tanyakan itu kepada PPATK karena mereka yang mengetahuinya,” ujarnya. Polisi belum menemukan indikasi adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus itu.

Wakil Kepala Polda Papua Brigadir Jenderal (Pol) Paulus Waterpauw juga mengatakan, polisi belum menyelidiki aliran dana dalam rekening Labora.

Di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis, Wakil Kepala PPATK Agus Santoso memastikan, lembaga yang dipimpinnya siap untuk membantu Polri membongkar kasus terkait rekening Labora. ”Kami mengapresiasi Polri yang cepat tanggap dalam menangani kasus itu,” ujarnya.

Agus mengatakan, apabila Polri memerlukan tambahan data, pendalaman, aliran dana, dan sebagainya, bisa memintanya kepada PPATK. PPATK akan memprioritaskan permintaan itu.

Agus mengingatkan, hasil analisis PPATK itu belum tentu menunjukkan suatu kejahatan. Polri yang akan memilahnya.

Dalam wawancara khusus dengan sejumlah stasiun televisi di Jakarta, Labora membantah memiliki dana Rp 1,5 triliun. Namun, ia memiliki dana mencapai Rp 5 miliar yang berasal dari usaha yang dikelola keluarganya.

KPK bisa telusuri

Secara terpisah, Kamis, di Bandar Lampung, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana mendukung agar KPK turun tangan memeriksa rekening milik Labora. ”Memang, lebih baik KPK yang menangani. Itu perlu diselidiki lebih dalam,” ujarnya.

Denny mengakui, nilai transaksi keuangan di rekening Labora sangat mencengangkan. Ia tidak meragukan kemampuan Polri menyelidik kasus tersebut. Namun, turunnya KPK menangani perkara itu dapat meminimalkan terjadinya konflik kepentingan di tubuh Polri.

Labora, selain diduga terlibat dalam bisnis bahan bakar minyak dan perkayuan, juga diduga terlibat dalam bisnis bahan galian C. Bahkan, dia diduga terlibat proyek reklamasi pantai di Sorong.

Anggota Komisi III (bidang hukum) DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Achmad Yani, mengingatkan, kasus rekening Labora menjadi pertaruhan bagi Polri. Jika mampu menuntaskan kasus yang diduga melibatkan pejabat polisi itu, citra polisi akan membaik. Namun, jika tidak mampu, citra polisi akan semakin terpuruk.

Bongkar mafia kayu

Dari Jawa Timur dilaporkan, Labora diduga terlibat dalam pengiriman 115 kontainer kayu ilegal di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, yang terungkap minggu lalu. KPK juga diharapkan bisa membongkar pihak lain yang terlibat. ”Penyelundupan kayu tidak dapat dilakukan LS sendiri. Jelas dia dibantu banyak pihak,” ujar Koordinator Jaringan Pemantau Independen Kehutanan Jatim Ichwan, Kamis.

Jumat pekan lalu, Polres Pelabuhan Tanjung Perak mengamankan 115 kontainer berisi kayu olahan jenis merbau senilai lebih dari Rp 80 miliar dari Sorong. Kayu yang akan diekspor ke China itu tidak dilengkapi dengan dokumen seperti faktur angkutan kayu olahan (FAKO).

Menurut Ichwan, kayu sebanyak itu tanpa dokumen lengkap seharusnya tak dapat keluar dari Sorong. Selain FAKO dari Dinas Kehutanan, kayu itu terlebih dahulu harus dilengkapi surat keterangan asal usul.

Kepala Polres Pelabuhan Tanjung Perak Ajun Komisaris Besar Anom Wibowo menolak berkomentar karena kasus kayu ilegal ini sudah ditangani Polda Papua.(JOS/JON/DEN/ENG/FAJ/FER)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com