Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebocoran Pajak dan Pemiskinan Koruptor

Kompas.com - 08/05/2013, 02:44 WIB

Bagaimana menghentikan korupsi yang menggurita tersebut? Atau kalaupun sudah telanjur dikorupsi, bagaimana uang itu dapat utuh kembali ke negara? Di sinilah peran penegak hukum harus dioptimalkan.

Selama ini, koruptor umumnya hanya dijerat pasal-pasal dalam UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi. UU ini sejatinya hanya efektif untuk menghukum badan, tetapi tidak untuk memaksimalkan pengembalian uang negara. Dengan UU ini, jaksa dan hakim paling hanya bisa menyita uang yang benar-benar bisa dibuktikan korupsinya.

Tidak mengherankan, uang yang bisa dikembalikan jauh panggang dari api. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, uang yang masuk ke kas negara dari penanganan kasus korupsi setiap tahun hanya ratusan miliar. Pada tahun 2010, uang yang kembali ke negara hanya Rp 216,67 miliar. Bahkan, pada tahun 2011, jumlahnya menyusut menjadi Rp 99,62 miliar. Jumlah itu jelas amat kecil dibandingkan nilai korupsinya yang mencapai ratusan triliun rupiah.

Karena itulah, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji mendesak KPK, kejaksaan, dan polisi tidak segan-segan mengenakan UU No 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap para koruptor. Dengan UU ini, uang yang bisa dirampas tidak hanya yang bisa dibuktikan korupsinya oleh jaksa, tetapi juga seluruh kekayaan koruptor sepanjang ia tidak mampu menjelaskan asal-usul uang itu.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf kecewa dengan minimnya penggunaan pasal pencucian uang dalam kasus korupsi. Padahal, PPATK selalu memasok data transaksi mencurigakan kepada penegak hukum.

Menurut anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Febri Diansyah, hukuman penjara masih kurang efektif dalam menciptakan efek jera. ”Kenakan pasal pencucian uang terhadap para koruptor,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com