Bagaimana menghentikan korupsi yang menggurita tersebut? Atau kalaupun sudah telanjur dikorupsi, bagaimana uang itu dapat utuh kembali ke negara? Di sinilah peran penegak hukum harus dioptimalkan.
Selama ini, koruptor umumnya hanya dijerat pasal-pasal dalam UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi. UU ini sejatinya hanya efektif untuk menghukum badan, tetapi tidak untuk memaksimalkan pengembalian uang negara. Dengan
Tidak mengherankan, uang yang bisa dikembalikan jauh panggang dari api. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, uang yang masuk ke kas negara dari penanganan kasus korupsi setiap tahun hanya ratusan miliar. Pada tahun 2010, uang yang kembali ke negara hanya Rp 216,67 miliar. Bahkan, pada tahun 2011, jumlahnya menyusut menjadi Rp 99,62 miliar. Jumlah itu jelas amat kecil dibandingkan nilai korupsinya yang mencapai ratusan triliun rupiah.
Karena itulah, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji mendesak KPK, kejaksaan, dan polisi tidak segan-segan mengenakan UU No 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap para koruptor. Dengan UU ini, uang yang bisa dirampas tidak hanya yang bisa dibuktikan korupsinya oleh jaksa, tetapi juga seluruh kekayaan koruptor sepanjang ia tidak mampu menjelaskan asal-usul uang itu.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf
Menurut anggota Badan