JAKARTA, KOMPAS.com — Kejaksaan Agung meminta terpidana korupsi Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji menyerahkan diri.
"Semua di mata hukum sama. Kita berharap yang bersangkutan, Pak Susno, bisa memahami dan menyerahkan diri," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (29/4/2013).
Untung mengatakan, pihaknya belum menyelidiki soal dugaan ada pihak yang menghalangi eksekusi. "Kita lihat perkembangan nanti. Konsentrasi saat ini adalah jaksa sebagai eksekutor melaksanakan undang-undang," ujarnya.
Pada Senin (29/4/2013), Kejaksaan Agung secara resmi mengirimkan surat penetapan Susno Duadji sebagai daftar pencarian orang (DPO) pada Kepolisian RI dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia. Surat itu berisi permohonan bantuan pencarian dan menghadirkan Susno secara paksa. Susno juga telah dicegah bepergian ke luar negeri.
Dalam upaya eksekusi Susno, tim dari kejaksaan dibantu Resmob Polda Metro Jaya telah mendatangi kediaman Susno di Cinere, Depok, dan keluarganya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (28/4/2013) malam. Namun, Susno tidak ada di tempat tersebut. Pencarian itu berlanjut setelah upaya eksekusi di Bandung gagal.
Sejak saat itu, keberadaan Susno tidak diketahui pasti. Proses eksekusi ini merupakan tindak lanjut setelah kasasi Susno ditolak Mahkamah Agung. Dengan putusan ini, Susno tetap harus menjalani hukuman penjara selama 3 tahun 6 bulan sesuai vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hakim menyatakan Susno terbukti bersalah dalam kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat.
Ia sudah tiga kali tak memenuhi panggilan eksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Susno menyatakan dia tidak dapat dieksekusi dengan berbagai alasan.
Pertama, dia menyatakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasinya tidak mencantumkan perintah penahanan 3 tahun 6 bulan penjara. Putusan MA hanya tertulis menolak permohonan kasasi dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 2.500.
Alasan kedua, Susno menilai putusan Pengadilan Tinggi Jakarta cacat hukum karena salah dalam menuliskan nomor putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dengan sederet argumen itu, Susno menganggap kasusnya telah selesai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.