Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Parodi Tolitoli, Bukan Semata Kesalahan Para Pelaku Lho..

Kompas.com - 24/04/2013, 09:02 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sanksi yang dijatuhkan untuk lima siswi SMA 2 Tolitoli, Sulawesi Tengah, pembuat parodi gerakan shalat, dinilai berlebihan. Tak terkecuali menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M Nuh, yang menyebutnya sebagai "keterlaluan". Sekolah dan instansi terkait diminta tak cuci tangan dan menimpakan kesalahan kepada para pelaku saja.

"Tapi ya cuma berhenti di situ, tak pernah benar-benar lakukan apa pun," kecam Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, tentang reaksi Menteri tersebut, Rabu (24/4/2013). Menurut dia, kalau memang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tak sependapat dengan sanksi tersebut, maka ada tindakan yang lebih konkret. Misalnya, sebut Arist, dengan mengirim surat teguran atau bahkan menindak sekolah itu.

Selama ini, Arist melihat Nuh kerap melontarkan pernyataan yang pro-anak. "Antara lip service dan tak bisa berbuat apa-apa, seperti tak dianggap sebagai menteri," kecam dia.

Soal masa depan pelaku

Pendapat berbeda datang dari anggota Komisi X DPR, Surahman Hidayat, mengatakan masa depan pelaku parodi ini tak lalu hilang dengan sanksi yang didapatkan. "Masih ada kesempatan mengikuti ujian Paket C, masa depannya tak tertutup sama sekali," kata dia, saat dihubungi, Rabu (24/4/2013).

Surahman berpendapat, disiplin tetap harus ditegakkan, termasuk dalam kasus ini. "Apalagi terkait pelanggaran berat," ujar dia. Pengambilan keputusan pun sudah diambil lewat jalan musyawarah.

Berdasarkan informasi yang Surahman dapatkan, sanksi mengeluarkan para pelaku dari sekolah, merupakan hasil musyawarah keluarga pelaku, sekolah, dan pemerintah daerah setempat. "Orangtuanya bahkan menerima itu sebagai sanksi yang pantas," kata dia. Sementara itu, soal tak bisa ikut ujian nasional, menurut Surahman hanya kebetulan peristiwa tersebut terjadi di waktu-waktu mendekati ujian.

Perbaikan

Namun, Surahman sependapat bahwa sanksi yang sudah dijatuhkan bukan akhir dari persoalan parodi gerakan shalat yang dilakukan para siswi itu. "(Yang terpenting) bagaimana anak itu bisa direhabilitasi, itu yang penting," tegas dia.

Masyarakat pun dimintanya tak lalu menjatuhkan sanksi sosial, seolah para siswi tersebut adalah orang-orang gagal. "Setiap orang bisa khilaf. (Parodi) itu kekeliruan. Anak-anak ini tetap harus diberi ruang untuk memperbaiki diri," ujar Surahman.

Sekolah pun, tegas Surahman, tak boleh cuci tangan atas kejadian tersebut. Sebagai anggota Komisi X DPR, dia berjanji akan meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melakukan tindakan pada sekolah dan instansi terkait kasus ini.

Surahman menegaskan, apa yang dikerjakan anak-anak itu tak bisa dilepaskan dari kinerja dan kualitas pendidikan di sekolah tersebut. "Jangan ditimpakan seluruhnya pada anak, tidak tepat. Semua pihak terkait, termasuk sekolah, harus bertanggung jawab secara proporsional," tegas dia.

Video yang ditayangkan melalui situs Youtube itu diketahui tayang sejak beberapa waktu lalu. Dalam video yang diduga dibuat di lingkungan sekolah tersebut, mereka memadukan gerakan shalat dengan lagu Maroon 5.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com