Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar Pendidikan dari Kartini

Kompas.com - 20/04/2013, 02:45 WIB

Mendengar Kemdikbud menjawab kritik dan saran masyarakat, yang terasa adalah nuansa membela diri, bukan upaya introspeksi. Dalam hal Kurikulum 2013 sebagai contoh, jawabannya adalah pasti diberlakukan. Namun, pertanyaan mengenai evaluasi dan data yang dimiliki Kemdikbud mengenai kurikulum sebelumnya ataupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) belum pernah disampaikan kepada masyarakat.

Padahal, sebagian praktisi pendidikan menangkap masalah utama justru pada penangkapan spirit KTSP, pemahaman para guru, dan penerapannya di kelas. Artinya, jumlah pertemuan dan pendekatan pelatihan menjadi sangat krusial. Sekali lagi, meski sudah banyak ulasan dari para praktisi pendidikan, soal KTSP belum juga ditindaklanjuti.

Sampai saat ini yang terdengar masih asas ”pokoknya”. Pokoknya harus dilakukan segera. Akibatnya, pesan yang ditangkap komunitas pendidikan adalah ”siapa memegang kekuasaan, dialah pemegang kebenaran”.

Memprihatinkan

Betapa memprihatinkan situasi ini karena hal ini terjadi justru dalam dunia pendidikan. Apakah yang sesungguhnya diperjuangkan mati-matian oleh Kemdikbud saat ini? Kepentingan anak-anak kita bersama yang akan memimpin bangsa ke depan atau sekadar menyelamatkan ego sesaat?

Di mana sifat satria dan kejujuran yang lebih dibutuhkan sebagai contoh, terutama di kementerian yang mengurusi perkembangan anak bangsa?

Robert Frost pernah mengatakan, ”Pendidikan adalah kemampuan untuk mendengar apa pun tanpa menjadi marah atau kehilangan rasa percaya diri.”

Akan tetapi, ungkapan Frost menjadi ironi ketika dalam siaran langsung di salah satu televisi, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memberikan jawaban yang membuat orang mengelus dada. Ia mengatakan, ”Penundaan UN sebaiknya diambil hikmahnya agar ananda (catatan: saat itu ada seorang siswa SMA yang menyatakan kebingungannya) dan teman-teman bisa belajar dan bersiap lebih banyak lagi.”

Mengikuti logika itu, Sang Pencipta adalah yang bertanggung jawab terhadap ketidakberesan persiapan dan perencanaan UN. Inikah indikator ketidaksanggupan Wamen dan tentunya Kemdikbud sebagai instansi untuk introspeksi terhadap kekurangan diri? Ternyata permintaan maaf dipandang sudah cukup dan kehendak Tuhan menjadi jalan keluarnya.

Pernyataan Wamen memang sangat sejalan dengan semangat Kurikulum 2013 yang menanamkan moral kepada anak didik. Temuan yang dipandang Kemdikbud tidak mencerminkan ”akhlak mulia” (belum jelas apa deskripsi dan indikatornya) membuat anak didik dicekoki pelajaran agama lebih dari biasanya. Bukan hanya dari segi waktu, materi pun ditambah dengan mengaitkan seluruh pelajaran pada garis ke-Tuhan-an.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com