Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BBM Politik pada Era Pemerintahan SBY

Kompas.com - 19/04/2013, 10:27 WIB
Marcellus Hernowo

Penulis

KOMPAS.com - Menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi mungkin menjadi satu hal tersulit pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 2009-2014. Kondisi ini berbeda dengan pemerintahan Yudhoyono pada era 2004-2009, yang beberapa kali menaikkan dan menurunkan harga BBM bersubsidi.

Sejumlah alasan telah dipaparkan, mengapa harga BBM bersubsidi yang tidak berubah sejak 2009 direncanakan pada Mei mendatang harus naik. Mulai dari inflasi 2009-2012 yang mencapai 19 persen hingga anggaran subsidi BBM yang terus menggelembung dari Rp 95,6 triliun pada 2005 menjadi Rp 212 triliun pada 2012. Besarnya subsidi itu mengurangi pos untuk anggaran lain.

Berbagai mekanisme untuk mengurangi subsidi BBM juga ditawarkan. Sebut saja menaikkan harga, membedakan harga untuk kendaraan tertentu, melarang kendaraan dinas memakai BBM bersubsidi, membatasi konsumsi, menciptakan BBM baru jenis RON 90, atau menggalakkan konversi ke gas.

Berbagai perhitungan dan wacana di atas pernah muncul saat pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi pada 2012. Bahkan, untuk mendukung rencana itu, pembahasan APBN Perubahan 2012 dimajukan dari biasanya pertengahan tahun menjadi Maret.

Namun, saat itu, dinamika dan perhitungan politik yang lebih menonjol. Menjelang DPR mengambil keputusan, Jafar Hafsah harus meletakkan jabatannya sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat. Pernyataan Jafar bahwa Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie sempat mengusulkan kenaikan harga BBM hingga di atas Rp 1.500 per liter diduga menjadi salah satu sebab Golkar menolak kenaikan harga BBM bersubsidi.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat (saat itu) Anas Urbaningrum menyatakan, mereka yang tak mendukung bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebagai salah satu kompensasi rencana kenaikan harga BBM bersubsidi berarti tak mendukung wong cilik. Sebutan wong cilik sering diidentikkan dengan PDI-P.

Wakil Ketua Fraksi Hati Nurani Rakyat di DPR Sarifudin Sudding menilai, tudingan seperti yang disampaikan Anas menjadi serangan telak bagi mereka yang menolak kenaikan harga BBM, seperti partainya. Padahal, mekanisme seperti BLSM amat mudah disusupi kepentingan politik pihak tertentu.

Saat ini, masalah harga BBM bersubsidi agaknya juga masih amat terkait dengan persoalan politik. Keberanian dan ketulusan dalam berpolitik menjadi kunci untuk keluar dari persoalan ini. Salah satu bentuknya, seperti disampaikan Wakil Ketua DPR Pramono Anung, adalah tidak menggunakan harga BBM sebagai instrumen politik dengan menciptakan kompensasi yang menguntungkan kekuatan politik tertentu.

Namun, dalam praktik politik Indonesia saat ini, pernyataan siapa yang masih bisa dipegang?

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

    Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

    Nasional
    Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

    Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

    Nasional
    Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

    Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

    Nasional
    Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

    Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

    Nasional
    Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

    Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

    Nasional
    Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

    Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

    Nasional
    Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

    Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

    Nasional
    Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

    Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

    Nasional
    Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

    Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

    Nasional
    Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

    Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

    Nasional
    Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

    Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

    Nasional
    9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

    9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

    Nasional
    KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

    KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

    Nasional
    BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

    BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

    Nasional
    BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

    BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com