JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai telah menurunkan citra dan marwah atau muruah Istana yang merupakan simbol negara dengan menggelar jumpa pers terkait polemik Yenny Wahid dengan Partai Demokrat. Presiden didesak untuk memisahkan kepentingannya sebagai Kepala Negara atau sebagai Ketua Umum Partai.
"Istana itu legacy dari pemerintahan dan negara. Kalau ini dibiarkan, menurunkan citra dan marwah istana itu sendiri," ujar Wakil Ketua DPR Pramono Anung di Gedung Kompleks Parlemen, Kamis (18/4/2013).
Politisi senior PDI Perjuangan itu mengungkapkan apa yang disampaikan SBY tadi malam lebih merupakan urusan kepentingan politik praktis. Oleh karena itu, Pramono pun meminta SBY agar membicarakannya di luar Istana Negara.
"Dalam persoalan penggunaan Istana dilakukan untuk melakukan konpers yang tidak terlalu urgensinya berkaitan dengan negara, lebih baik di kantor partai atau di tempat yang lain," ucap Pramono.
Sementara itu, anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, meminta agar kecenderungan rangkap jabatan yang dilakukan SBY harus segera dihentikan. "Presiden harus segera mengakhiri rangkap jabatan karena faktanya konflik kepentingan tidak bisa dihindarkan," ucap Eva.
Sebagai pejabat publik, lanjutnya, SBY juga sudah disumpah untuk mendahulukan kepentingan publik di atas kepentingan golongan, bahkan keluarga. Menurut Eva, di tahun politik ini, rangkap jabatan bisa mengganggu terciptanya pertarungan yang bebas dan adil.
Urus partai di Istana
Sebelumnya, di dalam jumpa pers di Istana Negara tadi malam, Presiden SBY yang juga Ketua Umum Partai Demokrat merasa nama baiknya tercemar dengan pemberitaan bahwa dirinya menawarkan posisi tertentu di partainya kepada Ketua Umum Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB) Zannuba Wahid atau akrab disapa Yenny Wahid.
SBY menggunakan Kantor Presiden untuk memberikan klarifikasi terkait kapasitasnya sebagai politisi Partai Demokrat, bukan Kepala Negara. SBY menceritakan bahwa pertemuannya dengan Yenny bersama sang ibunda, Sinta Nuriyah Wahid, di Puri Cikeas beberapa waktu lalu membahas berbagai persoalan di negeri itu.
SBY mengaku sempat berdiskusi dengan Yenny tentang kemungkinan berada di dalam satu partai. Akan tetapi, SBY membantah dia menawarkan posisi tertentu kepada Yenny. "Tidak ada sama sekali Mbak Yenny katakanlah mengharapkan posisi tertentu atau jabatan tertentu. Tidak ada. Kalau diberitakan Mbak Yenny ingin menjabat wakil ketua umum Demokrat, tidak ada. Kasihan beliau, tidak ada seperti itu," kata SBY.
"Demikian juga saya dengan inti pembicaraan bagaimana menyelaraskan perjuangan kita ke depan juga tidak pernah tawarkan kepada Mbak Yenny posisi ini posisi itu. Ini yang real, ini yang betul. Saya tidak pernah tawarkan dan Mbak Yenny tidak pernah mengharapkan, apalagi meminta," tambahnya.
SBY pun mengaku menghormati keputusan Yenny Wahid yang akhirnya mengurungkan niatnya bergabung ke Partai Demokrat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.