JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana olahraga di Hambalang, Kamis (11/4/2013). Joyo akan diperiksa sebagai saksi untuk tiga tersangka kasus ini.
“Sebagai saksi untuk AAM (Andi Alfian Mallarangeng), DK (Deddy Kusdinar),TBMN (Teuku Bagus Muhammad Noer),” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha.
Adapun, Joyo diketahui memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. Selain Joyo, KPK memanggil Sekretaris Utama BPN Managam Manurung. Pemeriksaan Joyo ini merupakan yang kedua setelah sebelumnya dia dimintai keterangan sebagai saksi Andi pada pertengahan Desember tahun lalu.
KPK memeriksa Joyo karena dia dianggap tahu seputar proyek Hambalang, khususnya mengenai sertifikat lahan Hambalang yang bermasalah. Hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, Kepala BPN menerbitkan SK pemberian hak pakai tertanggal 6 Januari 2010 bagi Kementerian Pemuda dan Olahraga atas tanah seluas 312.448 meter persegi di Desa Hambalang. Padahal, persyaratan surat pelepasan dari pemegang hak sebelumnya diduga palsu.
SK hak pakai itu kemudian diberikan Kepala Bagian Persuratan dan Kearsipan BPN kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ignatius Mulyono, atas perintah Sekretaris Utama (Sestama) BPN. Padahal, ketika itu Mulyono tidak membawa surat kuasa dari Kemenpora selaku pemohon hak sehingga diduga melanggar Kep Ka BPN nomor 1 tahun 2005 jo Kep Ka BPN 1 tahun 2010.
Selain itu, Joyo disebut mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, pernah bertemu dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum terkait kepengurusan sertifikat Hambalang ini. Menurut Nazaruddin, Anas juga meminta Ignatius menghubungi Joyo.
Dalam kasus Hambalang, KPK menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Andi Mallarangeng, Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar, petinggi PT Adhi Karya Teuku Bagus Muhammad Noer, dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Adapun Andi, Deddy, dan Teuku Bagus diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian negara. Sedangkan Anas diduga menerima pemberian hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lain.
Berita terkait kasus ini dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang