Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prabowo Ungkap Dugaan Pemalsuan Izin Impor Sapi

Kompas.com - 05/04/2013, 14:26 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Prabowo Respatiyo mengungkapkan dugaan pemalsuan surat persetujuan pemasukan (SPP) daging dari luar negeri kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Prabowo, indikasi pemalsuan surat banyak ditemukan sebelum dia menjabat dirjen sekitar November 2010.

"Saya akan menjelaskan mengenai pemalsuan SPP itu. Saya waktu itu punya kebijakan SPP yang tadinya pakai kertas HVS, diganti dengan hologram," kata Prabowo di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (5/4/2013).

Dia diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi rekomendasi kuota impor daging sapi pada Kementan. Kasus ini menjerat mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq. Lebih jauh, Prabowo mengungkapkan, dia mengetahui dugaan pemalsuan surat tersebut dari laporan anak buahnya dan dari media massa.

Oleh karena itulah, Prabowo mengaku sudah membuat kebijakan dengan mengubah kertas SPP menjadi hologram sehingga sulit dipalsukan. Namun, dia mengaku tidak tahu pihak yang kemungkinan memalsukan SPP tersebut.

Akibat pemalsuan SPP ini, terjadi tumpang tindih pemberian izin. Prabowo mengatakan, pemalsuan SPP ini terjadi ketika para importir ingin mengubah negara asal daging. "Ada importir yang mengajukan kepada dirjen untuk memindahkan negara asal, misalnya dia mengajukan Australia. Tetapi, dari Australia sudah habis jatah sehingga minta dipindahkan ke New Zealand. Kalau dipindahkan, SPP yang lama harus ditarik. Kalau tidak ditarik, nanti yang lama direalisasikan, yang baru juga direalisasikan," ujarnya.

Adapun SPP ini, lanjut Prabowo, dikeluarkan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan atas persetujuan Menteri Pertanian. Selaku Dirjen saat itu, Prabowo menandatangani SPP setelah ada evaluasi dari Eselon II, yakni Direktur Kesehatan Masyarakat. "Kalau Direktur Kesehatan Masyarakat sudah tanda tangan, ya saya juga tanda tangan asal tidak keluar dari ketetapan Bapak Menteri," tambahnya.

"Kata Pak Menteri, kita hanya boleh impor untuk ternak 2011 itu hanya 500 ribu ekor, sedangkan daging hanya 50 ribu ton meskipun dalam pedoman itu 67.000 karena ternyata 50.000 ton masih kurang sehingga Pak Menteri mengambil kebijakan hanya 30.000 yang diambil," katanya lagi.

Dalam kasus dugaan korupsi rekomendasi kuota impor daging sapi, KPK menetapkan empat tersangka, yakni mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq serta orang dekatnya, Ahmad Fathanah, dan Direktur PT Indoguna Utama Juard Effendi serta Arya Abdi Effendi. Luthfi dan Fathanah diduga menerima pemberian hadiah Rp 1 miliar dari Arya dan Juard terkait rekomendasi kuota impor PT Indoguna Utama.

Luthfi diduga "menjual" pengaruhnya untuk mengintervensi pihak Kementerian Pertanian. Meskipun bukan anggota Komisi IV DPR yang bermitra dengan Kementerian ini, posisi Luthfi sebagai Presiden PKS dianggap memiliki pengaruh besar karena Suswono adalah Menteri Pertanian yang berasal dari PKS. Kementerian Pertanian adalah penentu kuota impor daging sapi yang mengeluarkan rekomendasi untuk perusahaan yang akan mengimpor daging tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com