Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laporan untuk Mendorong Kinerja Hakim Lebih Baik

Kompas.com - 05/04/2013, 10:38 WIB
Adrian Fajriansyah

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Pemantau Peradilan Pemilu melaporkan majelis hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta ke Komisi Yudisial, Rabu (3/4/2013) lalu. Hal itu terkait dugaan pelanggaran kode etik dalam pengangan kasus PKPI.

Koalisi Pemantau Peradilan Pemilu mengatakan, tujuan pelaporan itu agar ke depan kinerja hakim lebih baik dan tidak terulang lagi pelanggaran serupa. Demikian Deputi Direktur Perludem Veri Junaidi, saat dihubungi Kompas, dari Jakarta, Kamis (4/4/2013).

Menurut Veri, laporan yang dilakukan pihaknya ke KY, bukanlah untuk merubah keputusan yang sudah ditetapkan PT TUN, di mana PKPI lolos sebagai peserta Pemilu 2014. "Dengan adanya laporan itu, kami ingin mendorong KY membina hakim PT TUN untuk bekerja lebih baik, terutama dalam menjalankan kode etiknya.

Hal itu terkait ke depan akan lebih banyak sengketa-sengketa pemilu yang akan di hadapi oleh PT TUN, karena negara kita mulai memasuki musim pemilu atau politik," ujar Veri.

Seperti diberitakan Kompas, Rabu, laporan dugaan pelanggaran kode etik itu disampaikan para pemerhati hukum dan pemilu dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Indonesia Legal Roundtable (ILR), Indonesian Parliamentary Center, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, serta Konsorsium Reformasi Hukum Nasional.

Dugaan itu muncul karena dasar pertimbangan dalam memutus permohonan parsial, gugatan bisa diajukan tanpa limitasi, obyek sengketa terlalu luas dan tidak konsisten, majelis hakim mengurusi masalah kode etik yang bukan wilayahnya, serta menutup hak untuk kasasi.

Menanggapi hal itu, anggota Badan Pengawas Pemilu Nelson Simanjutak mengatakan, Bawaslu mengapresiasi laporan itu. "Sah-sah saja ada yang melaporakan ketidakpuasan atas kinerja hakim PT TUN tersebut. Karena laporan itu hak setiap warga negara dalam kehidupan berdemokrasi," ucapnya.

Akan tetapi, Nelson menjelaskan, keputusan PT TUN sudah bersifat final dan mengikat karena tidak ada lagi upaya hukum setelah keputusan tersebut. "Dengan begitu, upaya melaporkan hakim PT TUN ke KY tidak akan merubah keputusan yang sudah ditetapkan," tuturnya.  

Nelson menambahkan, terlepas adanya pelanggaran kode etik atau tidak, kita harus menghargai keputusan majelis hakim PT TUN. Itu terkait setiap keputusan hakim harus independen dan tidak boleh diinterpensi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi UU MK, Usul Hakim Konstitusi Minta 'Restu' Tiap 5 Tahun Dianggap Konyol

Revisi UU MK, Usul Hakim Konstitusi Minta "Restu" Tiap 5 Tahun Dianggap Konyol

Nasional
Deretan Sanksi Peringatan untuk KPU RI, Terkait Pencalonan Gibran sampai Kebocoran Data Pemilih

Deretan Sanksi Peringatan untuk KPU RI, Terkait Pencalonan Gibran sampai Kebocoran Data Pemilih

Nasional
DPR Berpotensi Langgar Prosedur soal Revisi UU MK

DPR Berpotensi Langgar Prosedur soal Revisi UU MK

Nasional
Bus Kecelakaan di Ciater Hasil Modifikasi, dari Normal Jadi 'High Decker'

Bus Kecelakaan di Ciater Hasil Modifikasi, dari Normal Jadi "High Decker"

Nasional
KPU Tegaskan Caleg DPR Terpilih Tak Akan Dilantik Jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg DPR Terpilih Tak Akan Dilantik Jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Dirjen Kementan Mengaku Diminta Rp 5-10 Juta Saat Dampingi SYL Kunker

Dirjen Kementan Mengaku Diminta Rp 5-10 Juta Saat Dampingi SYL Kunker

Nasional
LPSK Minta Masa Kerja Tim Pemantau PPHAM Berat Segera Diperpanjang

LPSK Minta Masa Kerja Tim Pemantau PPHAM Berat Segera Diperpanjang

Nasional
DPR Panggil Kemenkes dan BPJS Kesehatan Terkait Penghapusan Kelas

DPR Panggil Kemenkes dan BPJS Kesehatan Terkait Penghapusan Kelas

Nasional
WNI yang Umrah ke Tanah Suci Diminta Kembali Sebelum 23 Mei 2024

WNI yang Umrah ke Tanah Suci Diminta Kembali Sebelum 23 Mei 2024

Nasional
Baznas Janji Tak Ambil Keuntungan jika Dilibatkan Prabowo Jalankan Program Makan Siang Gratis

Baznas Janji Tak Ambil Keuntungan jika Dilibatkan Prabowo Jalankan Program Makan Siang Gratis

Nasional
Dukung World Water Forum di Bali, Holding RS BUMN IHC Siapkan Tim Medis hingga Mini ICU

Dukung World Water Forum di Bali, Holding RS BUMN IHC Siapkan Tim Medis hingga Mini ICU

Nasional
Jokowi Tunjuk Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Jadi Stafsus Presiden

Jokowi Tunjuk Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Jadi Stafsus Presiden

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara Sebatas Menghapus Jumlah 34 Kementerian, Ketua Baleg Harap Segera Rampung

Revisi UU Kementerian Negara Sebatas Menghapus Jumlah 34 Kementerian, Ketua Baleg Harap Segera Rampung

Nasional
Laporkan Soal Bea Cukai ke Jokowi, Sri Mulyani: Yang Viral-viral Harus Diperbaiki

Laporkan Soal Bea Cukai ke Jokowi, Sri Mulyani: Yang Viral-viral Harus Diperbaiki

Nasional
Jusuf Kalla Disebut Bakal Jadi Saksi dalam Sidang Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

Jusuf Kalla Disebut Bakal Jadi Saksi dalam Sidang Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com