Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Majelis Hakim PKPI Diadukan ke KY

Kompas.com - 02/04/2013, 23:02 WIB
Nina Susilo

Penulis

 

JAKARTA, KOMPAS.com-  Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta terkait gugatan Partai Keadilan dan Persatuan Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dinilai bermasalah.

Oleh karena itu, beberapa lembaga pemantau peradilan dan pemilu melaporkan dugaan adanya pelanggaran kode etik dalam penanganan kasus ini kepada Komisi Yudisial, Rabu (3/4/2013).

Laporan disampaikan para pemerhati hukum dan pemilu dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Indonesia Legal Roundtable (ILR), Indonesia Parliamentary Center (IPC), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN).

Dugaan adanya pelanggaran kode etik muncul karena dasar pertimbangan dalam memutus permohonan parsial, gugatan bisa diajukan tanpa limitasi, obyek sengketa terlalu luas dan tidak konsisten, majelis hakim mengurusi masalah kode etik yang bukan wilayahnya, serta menutup hak untuk kasasi.  

"Kami melihat majelis hakim PTTUN tidak memiliki kapasitas memadai untuk memutus sengketa Pemilu. Karenanya, Mahkamah Agung perlu mengevaluasi kinerja hakim PTUN dalam perkara sengketa pemilu yang sudah berjalan. Kami juga meminta Komisi Yudisial memeriksa kemungkinan adanya pelanggaran kode etik dalam perkara  PKPI," kata Erwin Natosmal Peneliti ILR, Selasa (2/4/2013) di Jakarta.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Padang Prof Saldi Isra dan Pengajar Ilmu Hukum Administrasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta Riawan Tjandra menyampaikan kajian mereka atas putusan PKPI.

Saldi menyoroti kekeliruan Majelis Hakim yang terdiri atas Santer Sitorus, Nurnaeni Manurungm dan Arif Nurdua dalam menilai putusan Bawaslu sebagai final dan mengikat.

Kenyataannya, dalam pasal 259 Undang-Undang 8/2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPRD, dan DPD, tegas dicantumkan bahwa kewenangan Bawaslu dalam penyelesaian sengketa bersifat final kecuali soal verifikasi partai politik calon peserta Pemilu dan soal daftar calon tetap anggota legislatif.

"Paling keliru adalah, PTTUN masuk wilayah kode etik yang bukan kewenangannya. Itu urusan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu)," kata Saldi.

Dalam putusan terkait gugatan PKPI yang dibacakan 20 Maret lalu, Majelis Hakim PTTUN menilai KPU melanggar kode etik karena tidak menjalankan putusan Bawaslu yang memerintahkan supaya PKPI dinyatakan memenuhi sebagai peserta Pemilu 2014.

Riawan juga menilai putusan ini janggal. Dilihat dari tenggang waktu pengajuan gugatan, UU Pemilu membatasi gugatan hanya bisa dilakukan tiga hari setelah putusan Bawaslu dibacakan.

Semestinya, majelis hakim PTTUN menolak pengajuan gugatan. Pengajuan gugatan ke PTTUN dilakukan pertengahan Maret, sedangkan putusan Bawaslu dibacakan 5 Februari.

Putusan ini kemudian ditolak KPU karena dinilai melampaui kewenangan dan tidak cermat. Ketika menilai gugatan boleh diajukan kapan saja, kata Riawan, majelis hakim membuat norma hukum sendiri.

Obyek sengketanya pun, lanjut Riawan, masih mempersoalkan Keputusan KPU nomor 5 tahun 2013 tentang Parpol Peserta Pemilu yang sesungguhnya sudah diuji di Bawaslu.

Selanjutnya, majelis hakim malah menguji tindakan KPU yang menolak melaksanakan putusan Bawaslu. Bawaslu lembaga kuasi yudikatif dan berwenang menguji hal tersebut, seharusnya PTTUN menguji alasan KPU tidak mau melaksanakan putusan Bawaslu.

Namun, PTTUN menganggap putusan Bawaslu sudah benar hanya dengan mendasarkan putusan tersebut diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Ini, lanjut Riawan, mengesankan majelis hakim memutus di luar kewenangan.

Obyek pengujiannya menjadi kabur dan berubah-ubah. Selain itu, semestinya majelis hakim PTTUN tidak melarang KPU untuk mengajukan kasasi.

Ini menjadi bentuk tidak dipenuhinya azas keseimbangan beracara. Lagipula, dalam UU Pemilu maupun Fatwa MA, tidak ada larangan bagi KPU untuk mengajukan upaya banding ataupun kasasi. Karenanya, Saldi berharap putusan PTTUN ini tidak menjadi yurisprudensi.

Karenanya, kata Erwin, hasil eksaminasi putusan PTTUN soal PKPI segera diserahkan kepada Komisi Yudisial. Pengabdi Bantuan Hukum YLBHI Julius Ibrani juga mengatakan, proses yang janggal dan meloloskan parpol yang melakukan pelanggaran di PTTUN tidak bisa dibiarkan. Ini hanya mencederai proses pemilu ke depan dan proses peradilan yang bersih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com