Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Publik Pun Mempertanyakan Wibawa Hukum

Kompas.com - 01/04/2013, 02:30 WIB

Bagaimanapun, publik melihat pengingkaran terhadap penegakan hukum dalam kasus-kasus terjadi di semua lapisan, mulai dari masyarakat umum hingga pejabat, baik dari ranah sipil maupun militer.

Sejumlah responden memilih ”berdamai” saat terkena tilang polisi, sementara politisi DPR berkelit saat ditangkap dan diusut Komisi Pemberantasan Korupsi. Tak mengherankan jika dalam jajak pendapat ini pun sepertiga bagian responden menyatakan memilih jalur ”belakang” (lobi, damai) sebagai langkah pertama kali yang dilakukan jika terjerat kasus dan berurusan dengan aparat.

Tentu saja kalangan penegak hukum dan aparat negara bukan semata pihak bersalah. Warga masyarakat pun membutuhkan perubahan perilaku dan sikap tertib dalam masyarakat (social order) sehingga ketidakpastian tak menjadi narasi ayam dan telur. Meski demikian, mayoritas responden (74,6 persen) tetap menuntut perbaikan pertama-tama dilakukan oleh perilaku aparat penegak hukum itu sendiri.

KUHP dan santet

Ketidakpastian hukum juga harus ditegakkan dalam ranah prosedur dan sistem hukum. Dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dan RUU Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang saat ini sedang digodok parlemen, sejumlah pasal menimbulkan kontroversi, terutama tentang perilaku santet.

Hampir semua responden (92,4 persen) menyatakan, perilaku santet sulit dan bahkan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Santet bukanlah masalah yang nyata dan sangat sulit ditelusuri secara logika wajar.

Di mata publik, pengaturan mengenai santet justru menimbulkan ketidakpastian hukum di masyarakat. Karena itu, lebih dari separuh responden (60,3 persen) menyatakan menolak pengaturan santet dimasukkan dalam RUU KUHP yang baru dan hanya sepertiga bagian (30,7 persen) yang menerima.

Masih akan ditunggu publik, bagaimana akhir dari pengusutan berbagai kulminasi persoalan-persoalan penegakan hukum dan penyusunan sistem hukum itu. Namun, yang makin jelas, publik semakin memaknai narasi hukum di negeri ini, yang begitu parau suaranya.(LITBANG KOMPAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com