Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan PTTUN Soal PKPI Dinilai Janggal

Kompas.com - 25/03/2013, 22:25 WIB
Nina Susilo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com- Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) terkait gugatan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dinilai janggal dan melampaui kewenangan. Karenanya, diperlukan eksaminasi atas putusan tersebut.

Hal ini disampaikan Pengajar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra dan Pengajar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Krisnadwipayana Lodewijk Gultom secara terpisah, Senin (25/3/2013).

Salah satu kejanggalan dalam putusan itu terkait tiadanya peluang KPU untuk mengajukan kasasi. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim PTTUN yang terdiri atas Ketua Santer Sitorus serta Anggota Nurnaeni Manurung dan Arif Nurdua, menilai KPU adalah tergugat.

Peraturan perundangan tentang penyelenggaraan pemilu pun tidak mengatur hak gugat bagi KPU. Karena tidak mempunyai hak gugat di PTTUN, KPU juga tidak memiliki hak mengajukan kasasi.

"Persamaan perlakuan ini merupakan perwujudan azas-azas umum penyelenggaraan Pemilu yang efisien dan efektif. Bila hak gugat dan kasasi diberikan kepada KPU, akan menghambat proses jadwal pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu," demikian bunyi pertimbangan majelis hakim.

KPU juga dianggap tidak boleh menguji atau mengingkari keputusan Bawaslu. Sebab, tidak satu pasalpun yang tersirat dan memberi kewenangan ini kepada KPU.

Majelis hakim juga menyebutkan tindakan KPU tidak mematuhi putusan Bawaslu terkait gugatan PKPI sebagai bertentangan dengan prinsip hukum dan bertentangan dengan Kode Etik Penyelenggara Pemilu.

Saldi menilai, hakim seharusnya tidak boleh menutup ruang untuk banding atau kasasi. "Menutup kesempatan kasasi artinya keluar dari logika beracara di pengadilan. Bisa juga dianggap ketidakadilan," katanya.

Lodewijk juga mengatakan, dalam prinsip hukum, tidak ada hak hakim untuk membatasi pihak yang berkepentingan untuk banding atau kasasi, kecuali diatur dalam perundang-undangan.

Kenyataannya, lanjut Lodewijk yang juga Rektor Unkris, hal itu tidak diatur dalam UU 8/2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPRD, dan DPD. Karenanya, ini bisa dimaknai pemaksaan kehendak dari majelis hakim. Selain itu, penilaian KPU melanggar kode etik di luar kewenangan pengadilan.

"Itu jelas kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, bukan kewenangan pengadilan," tambah Saldi. Selain itu, kata Lodewijk, seharusnya Majelis Hakim tidak menilai dari segi kelembagaannya. Hakim PTTUN seharusnya menilai apakah fungsi lembaga berjalan sesuai perundang-undangan.

Karenanya, Saldi maupun Lodewijk sepakat, putusan PTTUN perlu segera dieksaminasi. Hal ini, menurut Saldi, bisa dilakukan lembaga pemantau peradilan atau lembaga-lembaga yang bergerak di kepemiluan. Sebab, perlu ada perbaikan pada proses penanganan sengketa pemilu.

Pengadilan harus berhati-hati dan memahami betul masalah sengketa Pemilu. Tanpa eksaminasi dan perbaikan penanganan sengketa Pemilu, kata Lodewijk, tidak akan ada kepastian hukum, rasa keadilan masyarakat terganggu, serta politik dan uang akan "bermain". Kendati demikian, KPU kemarin menyatakan menerima PKPI sebagai peserta Pemilu 2014 dengan nomor urut 15.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Nasional
PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

Nasional
PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com