Jakarta, Kompas -
Hal itu disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin saat ditanya seusai pengukuhan dan penganugerahan gelar doktor kehormatan Universitas Trisakti kepada Ketua MPR Taufiq Kiemas, di Ruang Nusantara IV DPR, Jakarta, Minggu (10/3). Pada acara yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, para pejabat negara, tokoh partai politik, dan kalangan akademisi, Taufiq menyampaikan pidato berjudul ”Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara sebagai Sumber Moralitas dan Hukum Nasional”.
”Harus saya katakan dengan jujur, parpol kurang berperan dalam hal yang bersifat strategis kebangsaan,” kata Din. Dia mencontohkan, banyak produk undang-undang yang justru bertentangan dengan UUD 1945 dan merugikan rakyat. Misalnya, produk perundang-undangan bidang energi. ”Ini imbas dari keputusan di Senayan yang sangat jauh dari ide Trisakti Bung Karno, yaitu berdaulat dalam bidang politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan,” ujarnya.
Din menjelaskan, parpol tidak dapat disalahkan begitu saja. Sistem politik dan kepartaian saat ini menimbulkan biaya politik tinggi. ”Setelah itu, orang disibukkan membayar kuitansi dan itu tak terlepas dari praktik kolusi dan korupsi. Jadi, kita berada di dalam lingkaran setan kebobrokan,” kata Din.
Dalam pidatonya, Taufik mengungkapkan, pendiri bangsa yang sangat visioner menggali nilai-nilai luhur kebangsaan yang diperlukan untuk menjawab tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ideologi negara dirumuskan dalam Pancasila yang menyatukan dan menjadi pijakan keindonesiaan.
UUD 1945, ujar Taufik, merupakan dasar hukum yang jadi kesepakatan umum warga negara dalam kehidupan bernegara. Bentuk negara kesatuan diyakini sebagai pemersatu yang utuh bagi berdirinya negara kepulauan Indonesia. Wawasan kebangsaan dirumuskan secara komprehensif dalam Bhinneka Tunggal Ika.
Di tengah perubahan sosial, politik, dan budaya yang cepat, Taufik menegaskan kembali pentingnya empat pilar itu. Ia menambahkan, Bung Karno pernah menyatakan, arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. ”Jika mereka tidak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita menjadi kabur dan usang, bangsa itu berada dalam keadaan yang berbahaya,” tutur Taufik.