Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluarga Nasrudin Siap Beberkan Rekayasa Kasus Antasari

Kompas.com - 07/03/2013, 15:46 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Adik kandung Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) almarhum Nasrudin Zulkarnaen, Andi Syamsuddin Iskandar, menyatakan siap membeberkan rekayasa kasus pembunuhan kakaknya yang melibatkan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar.  Menurut Andi, Antasari adalah korban dari penyelewengan penegakan hukum.

"Tidak perlu mendetail. Masyarakat awam pun sudah tahu bahwa ini kan kasus yang penuh rekayasa. Soal detailnya nantinya di persidangan apabila hakim meminta siap diungkap," kata Andi setelah sidang pendahuluan uji materi Undang-Undang (UU) No 8 tahun 1981 tentang KUHAP di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (7/3/2013). Dia menjelaskan, keluarga Nasrudin sangat tidak yakin apabila Antasari pelaku pembunuhan dengan alasan masalah asmara itu.

Menurut Andi, sejak awal persidangan, keluarga Nasrudin sama sekali tidak percaya dengan jalan kasus ini. Dasar ketidakyakinan itu, ujar dia, akan diungkap di sidang MK agar publik mengetahuinya. "Bukti akan berbicara nanti, fakta maupun hal baru akan terungkap nanti. Ada saatnya nanti," tegas dia.

Andi menyebutkan, hal baru yang akan diungkap di persidangan adalah temuan bukti baru (novum). Tapi, dia mengatakan, novum tersebut baru akan dibuka bila uji materi terkait mekanisme pengajuan upaya hukum peninjuan kembali (PK) dikabulkan MK. Dia pun mengatakan, novum tersebut dalam keadaan lengkap dan siap diajukan bila PK bisa dilakukan lebih dari satu kali. "Saya yakin hakim (MK) seratus persen akan mengabulkan (uji materi UU KUHAP) karena berbicara tentang keadilan nurani hakim konstitusi dan itu dijamin seratus persen," ujar Andi.

Sebelumnya, Andi dan Boyamin Saiman mengatakan mempunyai novum terkait kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, tetapi terhalang dengan ketentuan Pasal 263 Ayat (1) dan Pasal 268 Ayat (3) UU KUHAP. Kedua pasal mengatur soal mekanisme pengajuan PK.

Seperti diberitakan, Mahkamah Agung menolak permohonan PK Antasari. Dengan penolakan PK itu, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu tetap divonis 18 tahun. Hal ini sesuai putusan pengadilan tingkat pertama, yakni PN Jakarta Selatan dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta serta diperkuat kasasi MA. Antasari divonis terbukti merencanakan pembunuhan Nasrudin.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: MA Tolak PK Antasari

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Nasional
    Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Nasional
    Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

    Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

    Nasional
    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com