Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Loyalis Anas Minta Abraham Samad Lengser

Kompas.com - 06/03/2013, 05:01 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua DPC Partai Demokrat Cilacap, Tri Dianto meminta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad agar bersedia meletakkan jabatannya. Pasalnya, Tri menilai Abraham Samad telah gagal menjadi pimpinan KPK menyusul bocornya draf surat perintah dimulainya penyidikan atau sprindik kasus dugaan korupsi Hambalang. Dalam sprindik itu disebutkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka atas gratifikasi mobil Harrier saat masih menjadi ketua fraksi partainya.

"Kalau lembaga salah harusnya pimpinan bertanggung jawab, mungkin di luar negeri sudah mengundurkan diri. Saya minta legawa lah pimpinan kpk untuk mengundurkan diri," kata Tri di depan rumah Anas, Jalan Teluk Semangka, Jakarta, Selasa (5/3/2013) malam.

Tri yang juga loyalis Anas itu menambahkan, selain kasus bocornya sprindik, Samad harus konsisten dengan janjinya. Menurutnya, Samad dalam uji kelayakan calon ketua KPK di DPR telah berjanji kasus dana talangan Bank Century akan selesai di akhir 2012. Jika target itu tidak tercapai, Samad akan bersedia mengundurkan diri. Namun, hingga kini kasus Century masih belum menemui titik terang.

"Saya ingin pertanggungjawaban dan komitmennya pimpinan KPK. Itu akan menjadi contoh bagi pejabat negara lain," tegasnya.

Tri menjelaskan, dirinya meminta kasus Century dan sprindik bocor untuk segera dituntaskan KPK. Sebab, KPK menurutnya memiliki kemampuan untuk itu. Mengenai sprindik sendiri, menurutnya Polri bersama KPK harus objektif. Hal itu untuk mencegah adanya staf KPK yang menjadi tumbal sepak terjang pimpinan lembaga anti korupsi sendiri.

"Saya sangat mencintai KPK yang independen, tetapi ada yang bocor, saya menilai lembaga KPK sudah tidak independen. Saya minta ini segera diusut oleh Kepolisian, Jadi jangan ada KPK yang sudah punya komite etik tetapi yang dikorbankan stafnya," ujarnya.

Sebelumnya, Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa merekomendasikan sanksi berat bagi pihak yang terbukti melakukan pelanggaran etik terkait bocornya draf sprindik atas nama Anas Urbaningrum. Sanksi terberat bila terbukti melanggar etik adalah meminta yang bersangkutan mengundurkan diri dari KPK.

"Jika ada (pelanggaran), maka sanksinya berupa rekomendasi dari Komite Etik kepada pimpinan KPK untuk ada variasinya, teguran lisan bila ringan, teguran tertulis bila sedang, dan bila berat maka ada anjuran untuk mengundurkan diri," kata Ketua Komite Etik KPK Anies Baswedan, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa. Namun, ujar dia, masih terlalu dini untuk membicarakan masalah sanksi ini.

Komite Etik, kata Anies, kini tengah bekerja menelusuri dugaan pelanggaran etik yang diduga melibatkan unsur pimpinan KPK ini. Bila tak terbukti ada pelanggaran etik, hasil tersebut juga akan disampaikan kepada publik. Jika ditemukan unsur pidana terkait kebocoran draf sprindik atas nama Anas, lanjut Anies, Komite Etik juga dapat menyerahkan masalah ini pada kepolisian.

"Bila ada unsur pidananya memang itu harus diteruskan kepada aparat penegak hukum. Tapi itu fase yang jauh, hari ini baru pada fase akan memulai proses pemeriksaan. Masih terlalu awal untuk mulai mendiskusikan sanksi di saat saksi saja belum dipanggil," ungkap Anies.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com