Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Panjang Menetapkan Seorang Tersangka

Kompas.com - 23/02/2013, 06:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Seperti saat menyaksikan pertandingan sepak bola dan terjadi gol, mereka yang memenuhi ruang auditorium gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, bertepuk tangan riuh saat nama Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum diumumkan secara resmi sebagai tersangka kasus Hambalang, Jumat (22/2) malam. Puluhan kamera televisi dan fotografer menyorot raut muka Juru Bicara KPK Johan Budi SP yang tengah mengumumkannya.

Bak penantian panjang, pengumuman penetapan status Anas sebagai tersangka seperti mengakhirinya. Nama Anas pertama disebut-sebut terlibat dalam kasus Hambalang oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dalam pelariannnya ke luar negeri, tahun 2011.

Dua pekan sebelum KPK resmi menetapkan Anas sebagai tersangka, ada drama kebocoran dokumen yang diduga draf surat perintah penyidikan. Dalam dokumen tersebut jelas nama Anas ditulis sebagai tersangka.

Sebenarnya bagaimana perjalanan KPK hingga kemudian secara resmi menetapkan Anas sebagai tersangka? Jauh sebelum hiruk-pikuk kebocoran dokumen draf surat perintah itu pada pekan lalu, sebenarnya KPK telah lama mengendus keterlibatan Anas.

Gelar perkara besar yang menyebut nama Anas terlibat di kasus Hambalang terjadi pada 31 Oktober 2012. Dalam gelar perkara tersebut sudah dipastikan keterlibatan Anas dalam kasus Hambalang. Anas diduga menerima pemberian mobil mewah Toyota Harrier dan ada kaitan dengan perencanaan proyek Hambalang. Kemudian, gelar perkara memutuskan agar dibentuk tim kecil merumuskan laporan kegiatan tindak pidana korupsi, termasuk sangkaan pasal-pasal terhadap Anas.

Pada tanggal 23 November, KPK kembali melakukan gelar perkara kasus Hambalang. Pada gelar perkara kali ini muncul dua nama besar yang mengemuka sebagai pihak yang diduga terlibat korupsi dalam proyek Hambalang. Selain nama Anas, ada nama Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) saat itu, Andi Alifian Mallarangeng.

Karena muncul dua nama ini, tim yang awalnya merumuskan di mana saja keterlibatan Anas seperti mendapat amunisi baru. KPK merasa keterlibatan Andi membawa pada dugaan lain, bahwa Anas tak hanya terlibat sebatas diberi mobil mewah. Apalagi, dalam kasus ini ada juga nama-nama orang dekatnya, seperti istrinya, Athiyyah Laila, yang pernah menjadi komisaris PT Dutasari Citralaras, perusahaan subkontraktor proyek Hambalang. Di perusahaan ini juga ada nama Munadi Herlambang, pengurus Partai Demokrat, yang juga dikenal dekat dengan Anas.

Gelar perkara pada 23 November tak hanya memastikan ada bukti Andi menyalahgunakan wewenang sebagai Menpora, tetapi juga ada kemungkinan Anas terlibat lebih besar dalam kasus ini. Pimpinan KPK lalu memutuskan dibentuk tim kecil lagi untuk mencari bukti-bukti keterlibatan Anas dalam skala lebih besar di proyek Hambalang, tak hanya sekadar menerima mobil mewah.

KPK pun mulai mengonstruksi sangkaan awal. Pada bulan November dan Desember inilah KPK hampir memastikan Anas sudah bisa ditetapkan menjadi tersangka.(KHAERUDIN)

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com