JAKARTA, KOMPAS.com — Tokoh senior Himpunan Mahasiswa Islam, Akbar Tandjung, mengutip ucapan mantan Perdana Menteri Inggris Winston Churcill, mengatakan, politisi dapat terbunuh berkali-kali dalam politik. Setelah terbunuh, politisi tersebut dapat bangkit kembali.
Hal ini disampaikan Akbar ketika ditanya apakah penetapan status tersangka skandal Hambalang dapat menjadi akhir karier politik Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
"Saya tak bisa mengatakan bahwa karier Anas akan mati. Kita lihat banyak peristiwa tokoh besar dunia, berkali-kali dia mengalami situasi sulit, dia bisa bangkit kembali, seperti Richard Nixon di Amerika Serikat. Dia pernah kalah, tapi muncul kembali," kata Akbar pada wawancara dengan Kompas TV, Jumat (22/2/2013).
Pada tahun 1960, politisi Partai Demokrat John F Kennedy mengalahkan Nixon dalam pemilihan presiden. Padahal, saat itu, Nixon menjabat sebagai Wakil Presiden AS, mendampingi Presiden Dwight Eisenhower. Selang 8 tahun kemudian, Nixon kembali menjadi calon presiden dan berhasil mengalahkan Hubert H Humphrey. Nixon dilantik menjadi Presiden ke-37 AS.
Terkait kasus hukum yang menimpa Anas, Akbar mengatakan, HMI akan menggelar aksi solidaritas untuk mendukung mantan Ketua PB HMI 1997-1999 tersebut. Anas dipandang sebagai salah satu kader terbaik yang berprestasi. Prestasi tersebut, antara lain, berhasil menjadi pemimpin partai penguasa atas kerja keras, kesungguhan, dan ketekunannya.
"Seperti malam ini, saya akan berkunjung ke rumah Anas untuk menyampaikan empati dan concern terhadap situasi yang dihadapinya," kata Akbar.
Sebagai senior, Akbar memiliki satu pesan untuk Anas. "Kuatlah menghadapi situasi ini. Jangan lupa kepada Tuhan. Keadilan pada akhirnya akan terbukti," katanya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua tersangka Hambalang, yakni mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng serta Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. Apa yang dituduhkan KPK terhadap Andi dan Deddy berbeda dengan Anas. Jika Anas diduga menerima gratifikasi, Andi dan Deddy diduga bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, tetapi justru merugikan keuangan negara.
Adapun pengusutan kasus Hambalang ini berawal dari temuan KPK saat menggeledah kantor Grup Permai, kelompok usaha milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Penggeledahan saat itu dilakukan berkaitan dengan penyidikan kasus suap wisma atlet SEA Games yang menjerat Nazaruddin.
Sejak saat itu, seolah tidak mau sendirian masuk bui, Nazaruddin kerap "bernyanyi" menyebut satu per satu nama rekan separtainya. Anas dan Andi pun tak luput dari tudingan Nazaruddin. Kepada media, Nazaruddin menuding Anas menerima aliran dana dari PT Adhi Karya, BUMN pemenang tender proyek Hambalang.
Menurut dia, ada aliran dana Rp 100 miliar dari proyek Hambalang untuk memenangkan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat dalam kongres di Bandung pada Mei 2010. Nazaruddin juga mengatakan, mobil Harrier yang sempat dimiliki Anas itu merupakan pemberian dari PT Adhi Karya.
Sementara itu, Anas membantah tudingan-tudingan Nazaruddin tersebut. Dia mengatakan bahwa Kongres Demokrat bersih dari politik uang. Anas bahkan mengatakan rela digantung di Monas jika terbukti menerima uang Hambalang.
"Saya yakin, yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," ujar Anas pada awal Maret tahun lalu.
Baca juga:
Sekelumit Sosok Anas Urbaningrum
Masihkah Anas Siap Digantung di Monas?
Anas Urbaningrum Dicegah ke Luar Negeri
KPK Belum Tahan Anas Urbaningrum
Rekam Jejak Anas Urbaningrum di Skandal Hambalang
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang