Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam Pleidoinya, Neneng Menyesal Tak Serahkan Diri ke KPK

Kompas.com - 21/02/2013, 17:53 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa kasus dugaan korupsi pembangkit listri tenaga surya (PLTS) Neneng Sri Wahyuni mengaku menyesal tidak langsung pulang ke Indonesia ketika ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut Neneng, dirinya saat itu tidak berani pulang ke Indonesia dan menetap di Malaysia karena merasa bingung, takut, setelah ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, suaminya, Muhammad Nazaruddin, juga telah ditangkap KPK.

Hal ini disampaikan Neneng saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi pribadinya dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/2/2013). “Saat saya ditetapkan sebagai tersangka, suami saya sudah dalam perjalanan ke Indonesia, anak-anak di Malaysia. Saya begitu kacau dan bingung, apalagi saya langsung di-red notice, hati saya hancur,” tutur Neneng sambil menangis tersedu.

Neneng juga membantah dikatakan buron ke luar negeri bersama suaminya, Nazaruddin. Menurut Neneng, dia tidak ikut melarikan diri bersama Nazaruddin. Dia berada di Malaysia untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Saat berada di Malaysia itu pun, menurut Neneng, dirinya belum ditetapkan KPK sebagai tersangka.

“Suami saya tiba di Jakarta malam itu. Pada tanggal yang sama, saya dijadikan tersangka. Saya sungguh sangat shocked dan bingung dijadikan tersangka. Penetapan saya sebagai tersangka membuat saya terpukul dan tidak berani kembali ke Jakarta,” tuturnya.

Setelah menjadi tersangka, Neneng tetap tinggal di Malaysia sambil menunggu waktu yang tepat untuk kembali ke Indonesia. Wanita yang kini mengenakan cadar itu pun membantah ditangkap KPK. Menurut Neneng, dia tidak ditangkap KPK di kediamannya di Pejaten, Jakarta, beberapa waktu lalu, tetapi sengaja pulang untuk menyerahkan diri.

Selain membantah soal pelariannya, Neneng juga membantah pernyataan jaksa bahwa dirinya tidak kooperatif dan berbelit-belit selama dimintai keterangan di persidangan. “Saya tidak berbelit-belit. Kalaupun saya menjawab tidak tahu, tidak kenal, tidak pernah, itu karena saya memang tidak tahu, tidak kenal, dan tidak pernah,” ucapnya.

Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara ini pun mengaku tidak menerima uang hasil korupsi PLTS sepeser pun. Menurut Neneng, dirinya tidak pernah mengenal pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, apalagi mengintervensi pejabat Kemennakertrans dalam menentukan pememang tender proyek PLTS. Neneng malah menuding mantan anak buahnya, Mindo Rosalina Manulang, yang mengatur proyek PLTS dan menerima keuntungan dari proyek itu.

“Saya tidak pernah memanggil ataupun menerima transfer uang. Bagaimana saya bisa menguntungkan diri sendiri? Bukti yang diajukan penuntut umum tidak menunjukkan ada persetujuan saya untuk mengeluarkan dana. Memperkarya perusahaan pun tidak terbukti karena uang proyek PLTS tetap berada di rekening PT Alfindo seperti yang dikatakan Yulianis,” ungkapnya.

Dituntut tujuh tahun

Tim jaksa penuntut umum KPK, dalam persidangan sebelumnya, menuntut agar Neneng dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan. Neneng dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait proyek pengadaan PLTS di Kemennakertrans 2008.

Selain hukuman penjara dan denda, Neneng juga dituntut membayar uang pengganti senilai keuntungan yang diterimanya dari korupsi PLTS, yakni Rp 2,66 miliar. Menurut jaksa, Neneng melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama terkait PLTS sejak proyek itu masih dalam tahap perencanaan.

Nazaruddin, kata jaksa, memberikan uang 50.000 dollar AS kepada pejabat Kemennakertrans untuk memengaruhi pejabat agar memenangkan Neneng dalam proyek PLTS. Kemudian Neneng meminjam bendera PT Alfindo Nuratama melalui Marisi Martondang (Direktur Administrasi PT Anugerah Nusantara) dan Mindo Rosalina Manulang (Direktur Marketing PT Anugerah Nusantara) mengikuti proses tender tersebut.

Mereka pun bersepakat dengan Timas Ginting (pejabat pembuat komitmen) untuk mengubah hasil komponen pengujian produk PT Alfindo sehingga memenuhi persyaratan teknis dan ditetapkan sebagai pemenang.

Setelah PT Alfindo ditetapkan sebagai pemenang tender dan menerima pembayaran dari Kemennakertrans, Neneng menguasai rekening perusahaan pinjaman tersebut. Dalam pelaksanaan proyek, menurut jaksa, Neneng mengalihkan pengerjaan utama proyek PLTS ke PT Sundaya Indonesia dengan sepakat memberikan fee kepada Direktur Utama PT Alfindo Nuratama, Arifin Ahmad.

Pengalihan pekerjaan utama kepada PT Sundaya Indonesia ini dianggap melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Perbuatan Neneng ini juga dianggap merugikan keuangan negara senilai Rp 2,7 miliar. Setelah PT Alfindo menerima pembayaran proyek PLTS Rp 8 miliar, Neneng memerintahkan anak buahnya, Yulianis, untuk membayarkan uang Rp 5,2 miliar ke PT Sundaya Indonesia.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Neneng dan Dugaan Korupsi PLTS

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Nasional
    Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

    Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

    Nasional
    Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

    Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

    Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com