JAKARTA, KOMPAS.com — Hingga memasuki hari ketiga pekan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum melakukan gelar perkara kasus Hambalang yang terkait dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas memastikan, belum ada gelar perkara hingga Rabu (20/2/2013) pagi ini.
"Tidak ada. Ditunda, hari ini belum," kata Busyro di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.
Saat ditanya kapan persisnya KPK akan melakukan gelar perkara atau ekspose, Busyro mengatakan, hal itu akan disampaikan kepada media jika sudah saatnya. Busyro pun mengaku tidak berani berjanji mengenai penetapan status Anas tersebut.
"Saya menghindari janji-janji, saya enggak berani janji, yang penting kami tidak berhenti," kata dia.
Dalam gelar perkara, KPK akan menentukan ada tidaknya tersangka baru dalam kasus Hambalang. Juru Bicara KPK Johan Budi pada pekan lalu mengungkapkan, bakal ada gelar perkara Hambalang pada pekan ini. Gelar perkara kasus Hambalang, menurut Johan, akan digelar pada hari Senin, Selasa, atau Rabu pekan ini.
Belum adanya gelar perkara kasus Hambalang setidaknya memastikan status hukum Anas masih aman. Sejauh ini, Anas juga bukan merupakan saksi dalam kasus Hambalang. Mantan Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam ini memang pernah dimintai keterangan, tetapi saat itu penanganan kasus Hambalang masih dalam tahap penyelidikan. Tidak ada status hukum bagi seseorang ketika dia dimintai keterangan pada penyelidikan di KPK.
Toyota Harrier
Wakil Ketua KPK lainnya, Adnan Pandupraja, mengungkapkan pada pekan lalu bahwa pengusutan indikasi dugaan penerimaan gratifikasi berupa Toyota Harrier oleh Anas sebenarnya sudah memenuhi unsur. Hanya, Adnan beranggapan kalau penerimaan Harrier itu terlalu kecil bagi KPK untuk menjadikan Anas sebagai tersangka.
Oleh karena itu, menurutnya, KPK tengah memperdalam indikasi keterlibatan Anas dalam kasus Hambalang tersebut. KPK, kata Adnan, akan mengaitkannya ke level tindak pidana yang lebih tinggi lagi. Nama Anas kembali santer disebut dalam kasus Hambalang setelah beredar dokumen semacam surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas. Dalam dokumen itu, Anas disebut menjadi tersangka atas penerimaan hadiah saat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Namun, KPK membantah menetapkan Anas sebagai tersangka. Menurut Busyro, hingga hari ini, keabsahan dokumen semacam sprindik tersebut masih diteliti oleh pengawas internal KPK.
Informasi yang diperoleh Kompas menunjukkan, Anas diduga diberi mobil mewah Toyota Harrier oleh Nazaruddin pada 2009. KPK telah memperoleh bukti berupa cek pembelian mobil mewah tersebut sejak pertengahan tahun 2012. Cek pembelian ini sempat tak diketahui keberadaannya.
Nazaruddin diketahui membeli Toyota Harrier di sebuah dealer mobil di Pecenongan, Jakarta Pusat, September 2009, seharga Rp 520 juta. Mobil itu kemudian diatasnamakan Anas dengan nomor polisi B 15 AUD.
Sementara itu, Anas melalui pengacaranya, Firman Wijaya, mengaku sudah mengembalikan mobil itu kepada Nazaruddin. Atas permintaan Nazaruddin, menurut Firman, mobil itu dikembalikan dalam bentuk uang. Firman pun mengungkapkan kalau Nazaruddin mendapat untung Rp 105 juta karena Anas mengembalikan uang lebih dari harga mobil yang sebenarnya. "Harga mobil tersebut Rp 670 juta, tapi Nazar menerima Rp 775 juta. Nazar mendapat lebih Rp 105 juta," ujarnya.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.