YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Dalam waktu hampir bersamaan, sekitar tahun 2010 lalu mantan Kepala Korlantas Inspektur Jenderal Djoko Susilo membeli dua rumah kuno seharga Rp 5,5 miliar di dalam kompleks jeron beteng, Jalan Langenastran Kidul dan Jalan Patehan Lor, Alun-alun Selatan, Yogyakarta.
Setengah tahun lalu, petinggi Polri ini kembali membeli sebidang tanah tepat di samping rumahnya di Patehan Lor seharga Rp 350 juta. Namun, setelah dibayar lunas, rumah-rumah tersebut justru tak pernah ditinggali dan ditinggalkan begitu saja.
Rumah Djoko di Jalan Patehan Lor No 36 A, Yogyakarta, merupakan rumah kuno bekas perajin batik Sastrosengojo yang dibangun tahun 1921.
Di depan rumah tersebut masih terdapat sumur serta bekas kolam pencuci kain batik. Dalam kartu rekening listrik rumah tersebut tercatat nama Dr Ir Ariono Abdulka.
Menurut Yatno (62), warga setempat, dari pemilik pertama, rumah tersebut kemudian dibeli Ariono sebelum akhirnya dibeli lagi oleh Djoko Susilo seharga Rp 3,5 miliar.
Rumah ini tergolong mewah pada zamannya. Di pintu gerbang terdapat atap dengan ukir-ukiran bertuliskan tahun 1921 serta tulisan tahun renovasi 1988.
Kemudian bangunan utama berbentuk limasan dengan kayu gebyok tua di bagian depan. Sementara itu, di sisi kanan dan kirinya terdapat pintu lain.
Masih terlihat pula dua alat pendingin (AC) di bagian kanan bangunan. Adapun halaman rumah ini sangat luas, tetapi ditumbuhi rumput-rumput liar serta penuh dengan dedaunan kering.
Tepat di sisi kanan rumah terdapat gang sempit yang menghubungkan ke sebidang tanah dan rumah kecil di belakang. Tak puas dengan rumah besar tersebut, Djoko juga membeli tanah beserta rumah kecil ini seharga Rp 350 juta yang dulu milik Heru, warga Patehan Lor.
Sementara itu, rumah pertama Djoko di Jalan Langenastran Kidul No 7 juga tergolong rumah kuno. Masyarakat setempat menyebut rumah tersebut Dalem Supraban karena dahulu rumah di kompleks jeron beteng Keraton Yogyakarta tersebut milik Sugeng Suprobo, salah seorang kerabat keraton keturunan Sultan Hamengku Buwono VII.
Kondisi rumah besar di atas lahan seluas 600 meter persegi tersebut kotor tak terurus. Temboknya mulai berlumut dan halamannya ditumbuhi rumput-rumput liar.
"Dulu rumah ini dikontrak Yayasan Longstay Indonesia-Jepang. Kemudian, tahun 2010 dibeli Pak Djoko sebesar Rp 2 miliar dan diatasnamakan putrinya, bernama Poppy," kata Aang Winang Suryosumarto (63), pengurus Yayasan Longstay Indonesia-Jepang, Kamis (14/2/2013) di Yogyakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.