Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengalaman Ikut Seleksi Hakim Agung di Indonesia

Kompas.com - 13/02/2013, 02:21 WIB

Binsar M Gultom

Penulis pernah ikut seleksi calon hakim agung (2012) hingga lolos ke tahap III, wawancara di tingkat Komisi Yudisial. Pengalaman menarik selama seleksi tersebut mendorong penulis menyampaikan masukan kepada publik untuk mencari hakim agung di Indonesia.

Sesungguhnya tidak ada manusia sempurna sekalipun dia hakim yang dijuluki sebagai ”wakil Tuhan” di bumi. Hakim juga manusia biasa. Punya berbagai kekurangan dan tidak luput dari berbagai godaan dan tantangan hidup. Itu sebabnya diperlukan pengawasan dan pembinaan terhadap hakim yang melanggar kode etik dan perilaku hakim.

Ketika hakim mengalami cobaan hidup, imannya kendor, dia tidak mampu menghadapi godaan. Justru hakim seperti itu yang sering terjerembap melakukan perbuatan dosa dan pelanggaran hukum. Akibatnya, setelah dia diterima menjadi hakim agung, timbul masalah baru seperti terungkap sekarang, berbagai skandal penyalahgunaan wewenang sebagai hakim agung.

Alangkah terkejut kita ketika ada dalam sejarah, hakim agung sampai dipecat secara tidak hormat. Siapa mengira seorang hakim agung ”Yang Mulia” bisa melakukan tindakan tidak terpuji? Bukankah saat seleksi di tingkat Komisi Yudisial (KY) dan DPR semuanya berjalan mulus, bahkan koreksi dari masyarakat terhadap kekurangan para kandidat saat itu tidak ditemukan?

Turun ke lapangan

Mulai sekarang kita pasti sepakat bahwa tragedi semacam ini jangan pernah terulang lagi kepada ”Yang Mulia” Hakim Agung. Bagaimana caranya?

Jika kita sepakat mencari figur calon hakim agung yang ideal, caranya adalah menjadikan tugas dan tanggung jawab KY sedini mungkin melakukan inspeksi turun ke lapangan melakukan pemangkalan data seluruh hakim di Indonesia dari tingkat pertama hingga banding. Dari penelusuran pangkalan data itu akan diketahui secara langsung integritas moral para hakim, bagaimana prestasinya, keluarga harmonis atau tidak, kesehatannya, keberanian, tetapi jujurkah?

Nah, kriteria itu semestinya harus mulai dilaksanakan KY sebagai lembaga yang mengawasi perilaku dan kode etik hakim. Fakta hasil lapangan ini kelak akan dapat diuji ketika dia diusulkan Mahkamah Agung (MA) menjadi calon hakim agung. Bukan hanya sekejap saja ketika dia diseleksi KY berdasarkan pengumuman pendaftaran, hasil ujiannya bagus, selanjutnya dia lulus dan diterima menjadi hakim agung. Ini namanya lulus hakim agung secara instan, tetapi mental dan moralnya belum siap menjadi hakim agung.

Karena sampai saat ini seleksi kandidat hakim agung itu masih terus mencari formula yang lebih baik dari sekarang, hemat penulis, mekanisme mendapatkan kandidat hakim agung dalam konstitusi dan undang-undang (UU) harus ”diubah” segera.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com