JAKARTA, KOMPAS.com - Pendiri Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) Adnan Buyung Nasution menyayangkan kebocoran dokumen mirip surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang mencantumkan nama Anas Urbaningrum sebaga tersangka. Menurut dia, kebocoran semacam ini dapat merugikan penyidik.
"Ini tentu suatu hal yang aneh, ya. KPK suatu superbody yang kita bangun dengan penuh kehati-hatian kok bisa bocor ini, ya. Kebocoran ini sendiri bisa merugikan," ujar Adnan yang ditemui seusai peluncuran buku Teten Masduki di Gramedia Matraman, Jakarta Pusat, Selasa (12/2/2013). Menurut dia, berdasarkan pengalamannya di lembaga penegak hukum puluhan tahun lalu, jika proses penyidikan bocor dapat menguntungkan calon tersangka.
Bila ada kebocoran informasi terkait penyidikan, tutur Adnan, calon tersangka bisa siap menghindar, menghilangkan barang bukti, atau menyiapkan dalih untuk kasusnya. "Bagi orang-orang yang mungkin kita sidik bisa pasang kuda-kuda, persiapan untuk menghindar dari keterlibatan yang diduga sekarang ini. Dalam proses penyelidikan atau penyidikan harus hati-hati betul," terangnya.
Menurut Adnan, KPK kini harus lebih berhati-hati dalam melakukan penyelidikan maupun penyidikan. Ia berharap kebocoran dokumen mirip Sprindik ataupun status tersangka tidak terulang kembali. Namun, dia masih meyakini kebocoran dokumen mirip Sprindik itu berasal dari orang dalam KPK.
Sejak Kamis (7/2/2013) banyak beredar kabar KPK bakal menetapkan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus korupsi. Keesokan harinya, Jumat (8/2/2013), menyusul beredar dokumen mirip Sprindik yang mencantumkan nama Anas sebagai tersangka. Namun pada hari itu juga KPK membantah sudah menetapkan Anas sebagai tersangka.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, dokumen yang beredar belum berupa sprindik resmi KPK karena belum ditandatangani dan bernomor. Kalaupun dokumen yang beredar tersebut berasal dari KPK, menurut Johan, itu baru sebatas draf yang harus ditandatangani semua pimpinan. Saat ini KPK pun tengah menyelidiki keaslian dokumen itu, dengan membentuk tim investigasi.
Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Skandal Proyek Hambalang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.