Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rata-rata Vonis untuk Koruptor Hanya 3,5 Tahun Penjara

Kompas.com - 08/02/2013, 05:57 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Rata-rata vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dianggap masih ringan. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch, rata-rata hukuman di PN Tipikor Jakarta hanya berkisar tiga tahun enam bulan penjara dari 240 perkara yang diadili.

Kompas.com mencatat perbandingan angka vonis dengan nilai uang yang dikorupsi atau kerugian negara yang timbul akibat perbuatan sejumlah terdakwa dalam kurun waktu 2012-2013, sebagai berikut :

  1. Kasus suap wisma atlet SEA Games 2011. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, divonis 4 tahun 10 bulan penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Suap yang diterima Nazaruddin berupa cek senilai Rp 4,6 miliar. Hukuman ini diperberat jadi 7 tahun penjara di tingkat kasasi.
  2. Kasus suap cek perjalanan. Nunun Nurbaeti divonis 2 tahun 6 bulan penjara. Dia dianggap menyuap lebih dari 26 anggota DPR 1999-2004 dengan cek perjalanan senilai total Rp 20,8 miliar.
  3. Kasus suap cek perjalanan. Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom, divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Dia dianggap terbukti bersama-sama Nunun menyuap anggota DPR 1999-2004 dengan cek perjalanan senilai total Rp 20,8 miliar.
  4. Kasus suap kepailitan PT Skycamping Indonesia. Hakim Syarifuddin divonis 4 tahun penjara ditambah dena Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan. Nilai uang suap yang diterimanya Rp 250 juta. KPK juga menyita 1 mobil Mitsubishi Pajero, 84.228 dollar AS, 284.900 dollar Singapura, 20.000 yen, 12.600 baht, dan Rp 141 juta. Uang-uang tersebut kemudian harus dikembalikan kepada Syarifuddin setelah KPK kalah dalam gugatan yang diajukan Syarifuddin.
  5. Kasus suap pembahasan RAPBD Kota Semarang 2011-2012. Mantan Wali Kota Semarang, Soemarmo Hadi Saputro, divonis 1 tahun 6 bulan penjara ditambah denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan. Uang suap yang diberikan Seomarmo kepada anggota DPRD Semarang mencapai Rp 304 juta. Namun, komitmen yang dijanjikan Rp 4 miliar.
  6. Kasus dugaan suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah dan pencucian uang. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Wa Ode Nurhayati, divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Nilai uang yang diterima Wa Ode mencapai Rp 6,25 miliar, sedangkan nilai pencucian uang yang dilakukannya sekitar Rp 50,5 miliar.
  7. Kasus korupsi pajak dan pencucian uang. Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Dhana Widyatmika, divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Dia dianggap terbukti menerima gratifikasi Rp 2,75 miliar, pencucian uang atas kepemilikan uang Rp 11,41 miliar dan 302.000 dollar AS di rekeningnya, serta logam mulia seberat 1.100 gram dalam save deposite box.
  8. Kasus dugaan penerimaan suap kepengurusan anggaran proyek Kemendiknas. Anggota DPR, Angelina Sondakh, divonis 4 tahun 6 bulan penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider kurungan 6 bulan. Nilai suap yang diterima Angie mencapai Rp 2,5 miliar dan 1.200.000 dollar Amerika dari Grup Permai.
  9. Kasus suap kepengurusan izin perkebunan di Buol. Direktur PT Hardaya Inti Plantation, Hartati Murdaya Poo, divonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Nilai suap yang diberikannya kepada Bupati Buol Amran Batalipu mencapai Rp 3 miliar.
  10. Kasus korupsi pengadaan solar home system (SHS) atau listrik untuk perdesaan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, Jacob Purwono, selaku terdakwa pertama divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Adapun anak buahnya, mantan Kepala Sub-usaha Energi Terbarukan Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, Kosasih Abbas, divonis penjara 4 tahun dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan terdakwa mencapai Rp 80 miliar. Jacob dan Kosasih juga menerima uang dari rekanan, masing-masing Rp 1 miliar, Rp 30 juta, dan Rp 550 juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com