Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Pulau Gunung Api

Kompas.com - 05/02/2013, 03:01 WIB

Setelah letusan tahun 1928, Rokatenda tertidur panjang. Baru pada pergantian tahun 1963-1964, Rokatenda kembali meletus, disusul munculnya kubah lava dari titik letusan tahun 1928, disertai guguran lava pijar. Satu tewas dan tiga orang luka.

Sejak itu, dalam kurun 1-8 tahun, Rokatenda meletus, yaitu tahun 1966, 1972, 1973, 1981, 1984, dan 1985. Saat meletus, gunung ini umumnya menghasilkan kubah lava, seperti dalam letusan pada 23 Maret 1985.

Setelah letusan tahun 1985, kini Rokatenda kembali meletus dan memicu kepanikan. Sekitar 2.000 penduduk disebutkan mengungsi ke Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka (Kompas, Senin, 4/2).

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono menyatakan, letusan terjadi pada Sabtu (2/2) pukul 18.00-24.00 Wita. Tinggi asap letusan 300-4.000 meter dari puncak. Letusan disertai bunyi dentuman dan suara gemuruh terdengar dari Pos Pengamatan Rokatenda berjarak 17 kilometer dari gunung ini.

Menurut Surono, letusan mengeluarkan 7.700 ton sulfur dioksida dan tersebar hingga ke Pulau Flores. Erupsi Rokatenda dimulai Oktober 2012, ditandai tumbuhnya kubah lava disertai guguran dan awan panas guguran. Tercatat, jarak luncur awan panas mencapai sekitar 3 kilometer, bahkan pernah mencapai pantai.

Letusan Rokatenda kali ini cukup besar dan menyemburkan abu hingga ke Flores.

Surono mengimbau masyarakat agar tidak panik. Bahaya letusan, menurut Surono, adalah abu vulkanik. ”Jika masyarakat terganggu hujan abu, mengungsi ke tempat aman,” katanya.

Menurut Surono, proses pembentukan kubah terus berlangsung, namun sudah jebol dalam letusan beberapa hari terakhir. ”Aktivitas Rokatenda yang lalu kurang signifikan. Saya berharap gunung ini seperti gunung api muda lain, misalnya Anak Krakatau, dinamis, sering meletus, sehingga tidak ada penumpukan energi,” katanya.

Mitigasi bencana

Walaupun saat ini dianggap masih aman dan tidak ada tanda akan meletus sebesar tahun 1928, dari segi mitigasi bencana gunung api, Pulau Palue sebenarnya tidak layak huni. ”Dari segi mitigasi bencana, artinya memperhitungkan skenario terburuk. Peta KRB disusun berdasarkan skenario itu,” kata geolog PVMBG Akhmad Zaenuddin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com