Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Pulau Gunung Api

Kompas.com - 05/02/2013, 03:01 WIB

Oleh Ahmad Arif

Seluruh Pulau Palue seluas 39,5 kilometer persegi sejatinya adalah tubuh gunung api Rokatenda. Tak hanya tingginya ancaman letusan, mata air pun tak ada di sana. Untuk mendapatkan air bersih, warga mengandalkan hujan, menyuling uap panas bumi, dan batang pisang.

Walau dibayangi ancaman letusan gunung api dan sulitnya mencari air bersih, pulau kecil di Laut Flores, Nusa Tenggara Timur, ini tetap dihuni. Bahkan, menurut Camat Palue, Laurensus Regi, jumlah penduduk di pulau ini kini mencapai 9.990 orang. Mereka tersebar di delapan desa, yaitu Maluriwu, Reuwarere, Kesukoja, Lidi, Lodaloka, Tuanggeo, Rokirole, dan Nitunglea.

Hampir 50 persen dari luas pulau ini masuk dalam kategori Kawasan Rawan Bencana (KRB) III—tingkat bahaya tertinggi— yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, dan sangat berpotensi tertimpa lontaran batu pijar berdiameter lebih dari 6 sentimeter. Seluruh pulau ini masuk dalam KRB II, yang berpotensi tertimpa lontaran batu pijar dan abu tebal.

Di sisi lain, walau gunung api ini berketinggian 875 meter dari permukaan laut, jika diukur dari dasar laut ketinggiannya mencapai 3.000 meter. Ini berarti desa-desa yang terdapat di pesisir Pulau Palue sebenarnya terletak dekat puncak.

Riwayat letusan

Berdasarkan Data Dasar Gunung Api Indonesia (2011), Rokatenda tercatat meletus pertama kali tahun 1928. Namun, gunung ini dipercaya pernah meletus hebat 200 tahun sebelumnya, ditandai adanya lima kawah dan satu buah kubah lava.

Letusan tahun 1928 terjadi pada 4 Agustus-25 September, menewaskan 266 orang. Menurut laporan penelitian Neuman van Padang dalam The Tidal Waves During Rokatenda Volcano Eruption (1930), kebanyakan korban tewas karena sapuan tsunami.

Warga yang menghindari letusan Rokatenda berkumpul di pinggir pantai ketika tsunami tiba-tiba melanda. Tsunami kemungkinan dipicu gempa vulkanik yang beriringan dengan letusan Gunung Rokatenda.

Neuman menyebutkan, tinggi tsunami yang melanda perkampungan warga di pesisir Palue mencapai 5-7 meter. Gelombang tsunami juga melanda pantai utara Pulau Flores, 35 kilometer dari Pulau Palue. ”Berdasarkan laporan residen, 7 rumah di Maoroleh (Marole) rusak, 6 orang tewas, dan 5 kapal dagang hancur,” tulis Neuman.

Setelah letusan tahun 1928, Rokatenda tertidur panjang. Baru pada pergantian tahun 1963-1964, Rokatenda kembali meletus, disusul munculnya kubah lava dari titik letusan tahun 1928, disertai guguran lava pijar. Satu tewas dan tiga orang luka.

Sejak itu, dalam kurun 1-8 tahun, Rokatenda meletus, yaitu tahun 1966, 1972, 1973, 1981, 1984, dan 1985. Saat meletus, gunung ini umumnya menghasilkan kubah lava, seperti dalam letusan pada 23 Maret 1985.

Setelah letusan tahun 1985, kini Rokatenda kembali meletus dan memicu kepanikan. Sekitar 2.000 penduduk disebutkan mengungsi ke Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka (Kompas, Senin, 4/2).

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono menyatakan, letusan terjadi pada Sabtu (2/2) pukul 18.00-24.00 Wita. Tinggi asap letusan 300-4.000 meter dari puncak. Letusan disertai bunyi dentuman dan suara gemuruh terdengar dari Pos Pengamatan Rokatenda berjarak 17 kilometer dari gunung ini.

Menurut Surono, letusan mengeluarkan 7.700 ton sulfur dioksida dan tersebar hingga ke Pulau Flores. Erupsi Rokatenda dimulai Oktober 2012, ditandai tumbuhnya kubah lava disertai guguran dan awan panas guguran. Tercatat, jarak luncur awan panas mencapai sekitar 3 kilometer, bahkan pernah mencapai pantai.

Letusan Rokatenda kali ini cukup besar dan menyemburkan abu hingga ke Flores.

Surono mengimbau masyarakat agar tidak panik. Bahaya letusan, menurut Surono, adalah abu vulkanik. ”Jika masyarakat terganggu hujan abu, mengungsi ke tempat aman,” katanya.

Menurut Surono, proses pembentukan kubah terus berlangsung, namun sudah jebol dalam letusan beberapa hari terakhir. ”Aktivitas Rokatenda yang lalu kurang signifikan. Saya berharap gunung ini seperti gunung api muda lain, misalnya Anak Krakatau, dinamis, sering meletus, sehingga tidak ada penumpukan energi,” katanya.

Mitigasi bencana

Walaupun saat ini dianggap masih aman dan tidak ada tanda akan meletus sebesar tahun 1928, dari segi mitigasi bencana gunung api, Pulau Palue sebenarnya tidak layak huni. ”Dari segi mitigasi bencana, artinya memperhitungkan skenario terburuk. Peta KRB disusun berdasarkan skenario itu,” kata geolog PVMBG Akhmad Zaenuddin.

”KRB III artinya dilarang untuk dihuni, KRB II boleh dihuni dengan syarat-syarat tertentu, misalnya, harus segera menyingkir jika ada kenaikan aktivitas,” katanya. ”Masalahnya, Palue adalah pulau gunung api, proses evakuasi dalam waktu singkat menggunakan perahu pasti tidak gampang.”

Menurut Zaenuddin, keputusan pengosongan sebuah pulau ada di tangan pemerintah daerah. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, pengosongan pulau gunung api sulit dilakukan, misalnya di Pulau Makian, Maluku Utara, dan Pulau Teon, Nila, Serua di Maluku. Pulau-pulau gunung api yang pernah dikosongkan pada masa Orde Baru itu kini kembali dihuni.

Pengosongan pulau-pulau gunung api memang selalu gagal. ”Begitu generasi yang pernah mengalami letusan besar di masa lalu meninggal dan gunung api lama tidak meletus, generasi baru biasanya akan tinggal di sana lagi,” katanya.

Risiko letusan gunung api disadari betul oleh warga Palue, setidaknya itu tergambar saat Tim Ekspedisi Cincin Api Kompas mendaki Rokatenda pertengahan tahun 2012.

Petrus Fidelis Cawa (70), tokoh adat dari Kampung Ngalu, Ruewarere, Palue, yang kami temui menyatakan, orang Palue tidak betah meninggalkan pulau.

Saat Rokatenda meletus tahun 1963, Petrus memandu orang Palue pindah ke Maumere, Pulau Flores. ”Di sana kami diberi sawah. Namun, warga tidak betah dan akhirnya kembali ke Palue,” katanya. ”Kami terlalu mencintai pulau ini.”

Satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah menyiapkan sarana evakuasi yang baik jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Selain itu, intensifikasi pemantauan. ”PVMBG tidak boleh terlena, harus memelototi terus aktivitas gunung ini,” kata Zaenuddin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com