Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kahar: Semula DPR Tak Tahu Anggaran Hambalang "Multiyears"

Kompas.com - 29/01/2013, 04:51 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Kahar Muzakir mengungkapkan, DPR semula tidak mengetahui bahwa anggaran untuk proyek Hambalang dibuat dalam bentuk kontrak tahun jamak atau multiyears.

Menurut dia, kontrak multiyears tersebut baru diketahui setelah proyek ini diduga bermasalah, tepatnya sekitar 2011, saat DPR membahas alokasi anggaran untuk 2012.

"Kita baru tahu pada rapat tahun 2011 membahas tahun 2012. Ada anggaran untuk Hambalang tidak boleh diubah-ubah. Kita tanya kenapa enggak boleh diubah, katanya multiyears, itu saja," kata Kahar di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (28/1/2013), seusai menjalani pemeriksaan sekitar 10 jam.

Kahar diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan korupsi Hambalang. Dia mengaku ditanya penyidik KPK seputar proses penganggaran Hambalang, mulai dari kontrak tahun jamak hingga peningkatan anggaran dari Rp 125 miliar menjadi Rp 2,5 triliun.

Menurut Kahar, DPR mulanya memang tidak tahu mengenai penetapan kontrak tahun jamak untuk proyek Hambalang tersebut. Bahkan, ada surat dari pimpinan DPR yang menunjukkan ketidaktahuan itu. "Ada surat dari pimpinan DPR, jadi DPR enggak tahu, itu saja. Suratnya Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan," ungkapnya.

Dalam surat tersebut, menurut Kahar, DPR mempertanyakan penetapan kontrak tahun jamak tersebut. Kahar menilai, penetapan kontrak tahun jamak itu dianggap melanggar undang-undang. Dia pun mempertanyakan bagaimana hal ini bisa lolos dari pengawasan DPR.

"Kalau ada kontrak multiyears berarti uang dibayar di muka, ada aturannya. Kan gini, kalau dia multiyears kontrak dibuat tiga tahun, bisa dibayarkan uang mukanya sekaligus, padahal anggarannya belum disahkan," ujarnya.

Selaku anggota Komisi X DPR sekaligus anggota Badan Anggaran DPR, tentunya Kahar ikut menandatangani persetujuan anggaran Hambalang tersebut. Namun, lagi-lagi, Kahar mengaku tidak tahu kalau anggaran itu dibuat dalam kontrak multiyears.

Dalam kasus Hambalang ini, KPK menetapkan dua tersangka, yakni mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng serta Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. Keduanya diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, tetapi justru merugikan keuangan negara.

Terkait penyidikan kasus ini, KPK sudah memeriksa anggota Komisi X DPR lainnya sebagai saksi. Mereka yang diperiksa di antaranya adalah Angelina Sondakh (Partai Demokrat), I Gede Pasek Suardika (Partai Demokrat), Mahyuddin (Partai Demokrat), dan Primus Yustisio (Partai Amanat Nasional).

Seusai diperiksa, Pasek mengungkapkan kalau peningkatan anggaran Hambalang setejui semua fraksi di DPR, bukan hanya fraksi Partai Demokrat. Sementara menurut Primus, banyak anggota DPR yang semula menolak proyek Hambalang. Mahyuddin mengatakan kalau persetujuan kontrak tahun jamak tidak perlu melalui DPR. Kewenangan itu, katanya, menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati seusai diperiksa KPK beberapa waktu lalu enggan mengungkapkan soal pembuatan kontrak tahun jamak ini. Dirjen Anggaran 2010 itu hanya menyatakan bahwa tanggung jawab operasional anggaran Hambalang ada di tangan kementerian/lembaga, dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Menurut Anny, Kemenpora selaku pengguna anggaran bertugas merancang anggaran, membuat dokumen pelaksanaan, melaksanakan anggaran, dan membuat laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

    KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

    Nasional
    PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

    PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

    Nasional
    Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

    Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

    Nasional
    Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

    Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

    Nasional
    Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

    Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

    Nasional
    MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

    MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

    Nasional
    Paradoks Sejarah Bengkulu

    Paradoks Sejarah Bengkulu

    Nasional
    Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

    Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

    Nasional
    Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

    Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

    Nasional
    Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

    Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

    Nasional
    Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

    Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

    Nasional
    Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

    Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

    Nasional
    Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

    Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

    Nasional
    Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

    Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

    Nasional
    Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

    Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com