JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera mengeksekusi mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, setelah menerima petikan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memperberat hukuman Nazaruddin menjadi tujuh tahun penjara.
"Jadi, putusan kasasi ini lebih berat daripada putusan banding. Setelah kita menerima petikan kasasi itu, kita akan segera melakukan eksekusi," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Rabu (23/1/2013).
Dengan demikian, Nazaruddin akan berstatus sebagai terpidana yang harus menjalani masa hukuman tujuh tahun penjara. Dalam putusannya, MA memperberat hukuman Nazaruddin dari empat tahun 10 bulan menjadi tujuh tahun penjara. MA juga menambah hukuman denda untuk Nazaruddin dari Rp 200 juta menjadi Rp 300 juta. Nazaruddin dianggap terbukti menerima hadiah yang berkaitan dengan jabatannya dalam kasus wisma atlet SEA Games.
Menurut hakim agung, Nazaruddin terbukti sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 12 b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan dakwaan pertama. Putusan ini sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menyatakan Nazaruddin terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Jadi, yang dipakai dasar oleh hakim di tingkat kasasi adalah Pasal 12 b. Tuntutan KPK kan juga pasal 12 b," kata Johan.
Putusan kasasi ini, menurut Johan, merupakan upaya hukum terakhir yang dilakukan KPK. Johan mempersilakan saja jika pihak Nazaruddin akan mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi tersebut. "KPK berhenti pada kasasi, kalau ada langkah hukum dari terpidana, ya silakan saja," ucapnya.
Meski demikian, lanjutnya, KPK tidak berhenti mengembangkan kasus suap wisma atlet SEA Games yang melibatkan Nazaruddin tersebut. Salah satu hasil pengembangan kasus ini, KPK menjerat Nazaruddin dengan pasal tindak pidana pencucian uang terkait pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia. Kasus wisma atlet SEA Games ini pun menjadi titik awal KPK mengusut kasus dugaan penerimaan suap kepengurusan anggaran di Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) yang menjerat anggota DPR Angelina Sondakh.
"Kasus ini belum selesai, ada pengembangan, ada TPPU Nazar, dan Angelina yang belum berkekuatan hukum tetap," ujar Johan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.