Siang itu, mereka berhasil menuntaskan 850 nasi bungkus untuk makan siang dan 850 nasi bungkus untuk makan malam. Menu makanan pun dibuat berbeda. Untuk makan siang mi goreng dan telur dadar. Untuk makan malam telor balado, oseng kacang panjang, dan sayur tahu.
Membagikan bantuan kepada warga di lokasi banjir bukan hal gampang, apalagi bila itu dikoordinasi sendiri oleh sesama warga. Saat permukaan air Kali Krukut meluap dan genangan banjir di perumahan di sekitarnya semakin naik hingga 1,4 meter, Kohar, warga RW 003 Kelurahan Petogogan, Jakarta Selatan, langsung siaga. Ia dan teman-temannya sejak pagi sampai malam belum beristirahat membagikan nasi bungkus kepada warga yang rumahnya terendam, sekaligus mengevakuasi warga, terutama yang sakit dan lanjut usia.
Kohar dan rekan-rekannya berjalan dalam rendaman air coklat yang tingginya mencapai 1,5 meter sambil menyeret perahu karet. Bila air terlalu dalam, mereka naik ke atas perahu. ”Tidak mudah mengendalikan perahu karet. Apalagi kalau harus berjalan melawan arus. Melelahkan,” kata Kohar yang sehari-hari adalah pegawai administrasi.
Kawasan berpenghuni 2.800 jiwa itu padat dengan gang-gang sempit, pagar-pagar tajam, rumah-rumah pendek dengan atap seng, serta selokan terbuka. Saat banjir melanda, semua tertutup air keruh kecoklatan dan menjadi ancaman.
”Yang mengerti wilayah ini dan lika-likunya ya warga di sini. Orang yang mahir di laut, jago berenang, belum tentu bisa lancar evakuasi di wilayah kita. Niatnya mau menyelamatkan, bisa-bisa kejeblos atau perahu
Kerukunan dan saling menjaga seperti itu terlihat juga di Kelurahan Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur. Sebanyak 240 warga di RT 006 RW 003 memilih mengungsi di rumah- rumah tetangga. Selain merasa lebih aman dan kenal dengan penghuninya, mereka juga tidak perlu berdesakan di lokasi pengungsian yang dipusatkan di Gelanggang Olahraga, Youth Center, Otista.
Apabila ketinggian air di Bendung Katulampa, Bogor, lebih dari 100 sentimeter dan Pintu Air Manggarai lebih dari 900 sentimeter, Sarindi dan rekan-rekannya segera mengajak warga mengungsi. Pengumuman untuk bersiaga disuarakan lewat pengeras suara di masjid-masjid ketika banjir belum mencapai permukiman sehingga warga bisa mengungsi dengan aman. Sebagian warga yang tidak mengungsi langsung membangun dapur umum.
Suhartono Ade membuka rumahnya di Jalan Persada, Gembor, Periuk, Tangerang, untuk pengungsian warga korban banjir. Bersama puluhan pemuda warga Perum Bangun Persada, Gembor, Periuk, Tangerang, Ade berjibaku mengevakuasi para korban banjir. ”Semuanya spontan. Ini banjirnya sudah sampai atap,” kata Ade.
Apa yang menggerakkan warga untuk gotong royong dan peduli? Menurut sosiolog Imam B Prasodjo, bencana, seperti banjir, mampu mewadahi solidaritas sosial warga yang selama ini tidak tersalurkan karena kondisi normal. ”Kita bangsa yang mudah sekali tergerak untuk membantu orang lain. Basis kita masyarakat komunal, berbasis komunitas,” kata Imam yang juga penggiat sosial.
Jika dikelola dengan baik, lanjutnya, sifat tolong-menolong bisa menjadi modal sosial yang efektif dalam menghadapi berbagai kesulitan bangsa. Pengelolaan yang sistematik dan tersusun rapi, antara lain, bisa mempermudah masyarakat dalam menyalurkan bantuan. ”Jangan solidaritas hanya tampak ketika terjadi bencana lalu tiba-tiba menghilang dan kembali individualis,” ujar Imam.
Dalam dua pekan ke depan, hujan memang masih akan terus menderas di Ibu Kota. Toh, di tengah deru cerita pilu Jakarta, masih terselip asa, juga semangat, yang tak pupus oleh terjangan bencana.(myr/wkm/can/