Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Wakil Rakyat yang Tak Berkhianat

Kompas.com - 26/12/2012, 09:05 WIB
Sabrina Asril

Penulis

"Sekadar kita untuk tahu dan bagaimana mendapatkan hasil studi banding ternyata sulit. Penyebabnya? Mulai dari tidak tahu ada di mana atau berhubungan dengan siapa, bisa jadi juga dokumen laporan tersebut memang tidak untuk dipublikasikan, atau bahkan tidak dibuat sama sekali," katanya.

Prestasi legislasi malah "keok"!

Sebanyak 45 kali kunjungan kerja ke luar negeri dilakukan DPR selama tahun 2012 ini nyatanya tidak berbanding lurus dengan prestasi DPR di bidang legislasi. Data PSHK hingga September 2012 ini menunjukkan DPR hanya mampu mengesahkan 11 rancangan undang-undang. Jumlah itu ditambah dengan Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Undang-Undang Perkoperasian, Undang-Undang Pangan, dan Undang-Undang Daerah Otonom Baru (DOB) atas 1 provinsi dan 11 kabupaten baru yang disahkan DPR pada periode Oktober-Desember 2012. Jumlah pengesahan yang dilakukan DPR ini sangat jauh di bawah target DPR yang memasukkan 64 RUU dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas di tahun 2012.

Keraguan publik atas kinerja anggota Dewan dalam menyusun RUU pun semakin bertambah lantaran banyaknya undang-undang yang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Ronald, keoknya prestasi DPR di bidang legislasi membuat publik bertanya akan efektivitas kunjungan kerja ke luar negeri yang dilakukan DPR. "Efektivitas sebagian studi banding masih diragukan. Bahkan keraguan akan efektivitas studi banding bisa menjalar hingga ke tindak lanjut atau penggunaan hasil studi banding terhadap proses legislasi dan substansi suatu RUU," ujarnya.

Publik selama ini tidak pernah mengetahui sejauh mana hasil kunjungan kerja ke luar negeri dipakai dalam proses penyusunan RUU. Uchok Sky Khadafi bahkan menuding bahwa kunjungan ke luar negeri hanyalah "kedok" para anggota Dewan untuk berpelesiran dengan bebas sorotan atau kritikan publik. "Kunker itu mengonfirmasikan kepada publik hanya bagi-bagi jatah buat komisi atau per anggota dari fraksi masing-masing. Pembuatan RUU hanya kedok," ujar Ronald.

Ia mencontohkan dalam studi banding anggota Komisi II ke Brasil dalam rangka penyusunan RUU Desa juga tidak berbuah hasil. Sampai saat ini, RUU Desa juga belum dirampungkan. Di sisi lain, ketika Komisi III yang sudah berangkat ke Australia dalam rangka penyusunan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pembahasan revisi itu batal. Uchok pun meminta pertanggungjawaban para anggota Dewan yang selama setahun ini sudah menghabiskan dana pelesiran Rp 140 miliar.

Hilangnya tanggung jawab partai politik

Kontroversi terus berlanjutnya kunjungan kerja ke luar negeri ini tidak terlepas dari lemahnya kontrol fraksi atau pun partai politik. Fraksi dan parpol tidak tegas dalam menerapkan sanksi kepada anggotanya yang tertangkap tidak bekerja selama studi banding. Pengambilan sikap moratorium terhadap kunjungan kerja ke luar negeri juga terkesan setangah hati. Partai boleh jadi sesumbar terhadap kebijakan kunjungan ke luar negeri, tapi realitanya anggota fraksi partai itu tetap saja diperbolehkan ikut dalam kunjungan kerja ke luar negeri. Hanya Fraksi PDI-Perjuangan yang secara tegas menolak adanya kunjungan kerja ke luar negeri dan benar-benar menerapkannya kepada para anggota fraksinya.

Jika tidak ada komitmen tegas dari fraksi, maka rasanya kritikan publik tetap saja seperti angin lalu bagi anggota Dewan. Anggota Dewan kini lebih takut dijatuhkan sanksi oleh fraksi atau partainya daripada dicap buruk oleh masyarakat yang menjadi konstituennya.

Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yudha AR mengungkapkan protes publik ini terjadi sebagai imbas dari rendahnya kinerja DPR. Oleh karena itu, kunjungan kerja ke luar negeri atau penambahan fasilitas dipastikan akan selalu mendapatkan penolakan publik karena rendahnya kinerja DPR dalam persepsi publik. "Jadi dalam persepsi publik, DPR ini surplus fasilitas, tetapi defisit kinerja dan trust dari publik. Ini soal persepsi publik. Kunker itu semakin menurunkan trust publik; sebaiknya ditinjau ulang," ucap Hanta.

Selain itu, protes publik yang tak pernah diindahkan anggota Dewan ini merupakan persoalan klasik etika para politisi di negeri ini. Para politisi bukannya peka terhadap kesengsaraan rakyat, justru berbela diri mencari seribu alasan untuk bepergian keluar negeri. Hanta melihat inilah potret dari kegagalan parpol dalam mengemban fungsi rekrutmen politiknya. Parpol perlu melakukan introspeksi total dan mereformasi sistem kaderisasi internal dan memperbaiki sistem rekrutmen calon legislatif.

"Parpol dalam menghadapi kritik publik terkait kunker seolah tak bersikap dan bersembunyi. Mestinya parpol punya tanggung jawab dan otoritas kuat membuat kebijakan dan aturan internal bagi kader-kadernya di parlemen. Parahnya, alih-alih membuat aturan etika dan moral secara internal partai, petinggi partai justru menjadi aktornya," ujar Hanta.

Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah membereskan secara total dan komprehensif problem di DPR mulai dari hulunya, yakni partai politik. Diperlukan komitmen elite parpol, pimpinan Dewan, hingga kesekjenan untuk menata kembali rencana kunjungan kerja ke luar negeri. 

DPR memang bukan lembaga malaikat, tetapi merupakan lembaga representasi rakyat. DPR diharapkan menjadi tumpuan publik menyuarakan aspirasinya, dan bukannya justru menjadi pengkhianat publik. Memasuki tahun politik 2013, partai politisi di parlemen sudah seharusnya kembali mendengarkan suara publik. Jika tidak, maka vonis masyarakat akan lebih berat dengan tidak memilih kembali politisi itu. Tentunya kita masih mendambakan agar para elite politik ini benar-benar belajar dari kritikan yang ada, dan bukan hanya sekadar pencitraan belaka.

Ikuti refleksi 2012 di bidang politik, hukum, dan keamanan dalam topik:
Refleksi 2012 Polhukam

Baca juga topik-topik terkait kunjungan kerja DPR sepanjang tahun 2012:

DPR Studi Banding PMI ke Turki dan Denmark
RUU Ternak, DPR ke Perancis dan China

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com