Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernahkah Djoko Membaca "Paman Doblang"-nya Rendra?

Kompas.com - 06/12/2012, 11:34 WIB
”Mereka masukkan kamu ke dalam sel yang gelap/ Tanpa lampu/Tanpa lubang cahaya/Pengap/Tak Ada hawa/Tak ada angkasa/Terkucil/Temanmu beratus-ratus nyamuk semata/Terkunci/Tak tahu di mana berada.”

Itulah bait-bait puisi WS Rendra berjudul ”Paman Doblang”. Kita tak pernah tahu, apakah mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo pernah membaca puisi karya Rendra itu. Pengalaman ditahan di Rumah Tahanan Polisi Daerah Militer Komando Daerah Militer Jakarta Raya di Guntur, Jakarta, menginspirasi Rendra menulis ”Paman Doblang”. Ya, Rendra pernah dijebloskan penguasa Orde Baru ke penjara Guntur, tempat Djoko kini ditahan.

Namun, apa yang dilakukan Rendra sehingga membuatnya ditahan di Guntur sangat jauh berbeda dengan yang diperbuat Djoko sehingga dia dijebloskan juga ke Guntur. Rendra membela mahasiswa yang menentang otoritarianisme Soeharto di tahun 1970-an.

Sebaliknya, Djoko ditahan di Guntur karena menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan simulator berkendara di Korps Lalu Lintas. Tindakan Djoko diduga merugikan negara hingga Rp 100 miliar. Sementara tindakan Rendra membuat kita hari ini menikmati demokrasi dan kebebasan berpendapat.

Sungguh, siapa pun yang tahu bahwa puisi ”Paman Doblang” akan membayangkan kengerian yang dialami Rendra selama dipenjara di Guntur. Pada bait berikutnya, Rendra menulis, ”Aku dipeluk oleh wibawa tak berbentuk/tidak berupa/tidak bernama.” Kengerian Guntur menjadi perlambang otoritarianisme penguasa saat itu. Rendra dan juga mereka yang dituduh sebagai pengikut Partai Komunis Indonesia setelah peristiwa G30S tahun 1965 pernah mengalami kengerian itu.

Tetapi, tentu jangan membayangkan kondisi rutan Guntur saat Rendra atau mereka yang dituduh komunis ditahan dengan saat ini. Sebagian bangunan dan lahan di kompleks Instalasi Tahanan Militer, Pomdam Jaya, Guntur, ini dipinjam oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Rutan Guntur memang tak jauh letaknya dari KPK, hanya berjarak sekitar 3 kilometer. Kapasitas dan kondisi rutan yang berada di Gedung KPK itu tak mungkin menampung semua tersangka kasus korupsi yang disidik lembaga ini. Terlebih, KPK belum memiliki bangunan baru. Maka, bekerja sama dengan TNI, KPK pun meminjam-pakai lahan dan bangunan di Guntur. KPK merenovasi sel dan bangunan rutan sesuai standar Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.

Masih terasa

Tetapi, tetap saja bekas kengerian itu masih terasa. Kompas mencoba menyambangi rutan Guntur kemarin, sehari setelah Djoko ditahan. Sore itu, di pintu samping kompleks Pomdam Jaya yang berada persis di Jalan Guntur, Manggarai, terlihat dua perempuan tengah menghentikan bajaj. Mereka baru saja keluar dari kompleks Pomdam Jaya.

Tanpa disadari, kedua perempuan itu menghentikan bajaj di tengah gerbang masuk. Tak pelak, suara menggelegar keluar dari pos jaga yang berada persis di samping kiri gerbang. ”Jangan di situ, majukan dulu bajajnya,” teriak seorang polisi militer berpangkat sersan. Memang, itu sebuah ksatrian, sebuah kompleks militer.

Bagaimanapun, seperti kata Komandan Pomdam Jaya Kolonel (CPM) Dedy Iswanto, saat wartawan diberi kesempatan melihat langsung dua buah sel tahanan yang telah direnovasi KPK, rutan Guntur memang bisa memberi efek psikologis bagi siapa pun yang ditahan di situ. Inilah kali pertama seorang dengan pangkat bintang dua (inspektur jenderal) ditahan di Guntur. Dalam sejarahnya, pangkat paling tinggi yang pernah dijebloskan ke Guntur hanya seorang kolonel.

Selasa sore, seorang penjaga sel yang ditempati tersangka KPK bertutur, kondisi Djoko layaknya orang yang ditahan. Apakah raut mukanya menampakkan kondisi tertekan? ”Ya standarlah itu,” ujar penjaga itu.

Hari itu hanya penasihat hukum yang mengunjungi Djoko di Guntur. Keluarga belum diperkenankan berkunjung karena jatah waktu kunjungan hanya hari Senin dan Kamis. Dion Pongkor, salah satu pengacara Djoko, saat ditanya apakah kliennya merasa tertekan ditempatkan di Guntur, hanya menjawab, ”Tidak terlalu.”

Djoko beruntung ditahan di Guntur di masa penguasa tak lagi represif. Bayangkan bait puisi ”Paman Doblang” yang ditulis Rendra ini bila dialami Djoko. ”Ketika haus aku minum dari kaleng karatan/Sambil bersila aku mengharungi waktu/lepas dari jam, hari, dan bulan.”

(KHAERUDIN)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

    Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

    Nasional
    Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

    Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

    Nasional
    Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

    Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

    Nasional
    Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

    Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

    Nasional
    Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

    Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

    Nasional
    Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

    Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

    Nasional
    Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

    Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

    Nasional
    PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

    PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

    Nasional
    Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

    Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

    Nasional
    Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

    Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

    Nasional
    Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

    Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

    Nasional
    Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

    Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

    Nasional
    PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

    PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

    Nasional
    PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

    PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

    Nasional
    Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

    Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

    BrandzView
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com