Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Mengapa Eks Penyidik KPK Baru Bicara Sekarang?

Kompas.com - 27/11/2012, 22:01 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi mempertanyakan mengapa para eks penyidik KPK yang kini bertugas di kepolisian baru mengungkapkan keluh kesahnya setelah mereka mengundurkan diri. Pasalnya, menurut Johan, dalam surat pengunduran dirinya, para penyidik itu tidak mengungkapkan pengalaman negatif selama bertugas di KPK. Para mantan penyidik itu, kata Johan, justru mengaku dapat nilai tambah.

"Kalau ada hal-hal yang menurut mereka tidak tepat, mengapa tidak disampaikan saat masih di KPK? Dari surat pengunduran diri, tidak ada surat Hendy kalau dia kembali ke Polri karena hal-hal yang berkaitan dengan sepak terjang Ketua KPK atau hal-hal tidak profesional yang dilakukan KPK," kata Johan di Jakarta, Selasa (27/11/2012).

Dia menanggapi pernyataan mantan penyidik KPK, Hendy, yang mengaku keluar dari KPK karena tidak sepakat dengan gaya kepemimpinan KPK Jilid III. Menurut Hendy, KPK di bawah kepemimpinan Abraham Samad melakukan beberapa langkah penyidikan yang tidak sesuai prosedur. Salah satunya saat menetapkan Miranda Goeltom dan Angelina Sondakh sebagai tersangka. Menurut Hendy, saat itu, belum ada alat bukti yang cukup untuk menjerat keduanya dan belum ada surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik).

Hal tersebut pun dibantah Johan. Menurutnya, penetapan Miranda dan Angelina sebagai tersangka sudah berdasarkan alat bukti yang cukup. Buktinya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Miranda bersalah menyuap anggota DPR dalam kasus suap cek perjalanan. "Tidak benar dipaksakan, tidak ada bukti, dan sudah terbantahkan dengan vonis hakim. Kalau hakim memutus seseorang bersalah, tentu hakim lihat bukti-bukti dan menurut hakim itu buktinya cukup kuat," kata Johan.

Selain itu, katanya, penetapan tersangka di KPK tidak hanya menjadi keputusan Ketua KPK Abraham Samad semata. Sebuah kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan dengan menetapkan seseorang sebagai tersangka atas kesepakatan lima unsur pimpinan KPK yang bersifat kolektif kolegial. Selain itu, menurut Johan, keputusan itu diambil dalam gelar perkara yang juga dihadiri penyidik KPK, direktur penyidikan, tim jaksa, dan deputi penindakan KPK.

“Di sanalah (gelar perkara) terjadi perdebatan. Ada kesimpulan bahwa sebuah kasus naik ke penyidikan. Tidak hanya ditetapkan Ketua KPK, tetapi pimpinan KPK yang kolektif kolegial. Tidak benar dipaksakan, “ katanya.

Meskipun demikian, Johan enggan berprasangka buruk terhadap langkah para eks penyidik KPK tersebut. Dia hanya mengimbau Hendy mengungkapkan apa yang ada dalam batinnya sendiri. “Karena kok dari surat pengunduran dirinya berbeda dengan apa yang disampaikan selama ini. Kita berpikir positif kalau yang disebut itu bertujuan memperbaiki KPK, ya, bagus,” ucap Johan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

    KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

    Nasional
    Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

    Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

    Nasional
    KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

    KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

    Nasional
    KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

    KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

    Nasional
    Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

    Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

    Nasional
    Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

    Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

    Nasional
    Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

    Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

    Nasional
    Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

    Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

    Nasional
    Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

    Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Nasional
    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Nasional
    BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

    BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

    Nasional
    Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

    Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

    Nasional
    Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

    Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com