JAKARTA, KOMPAS.com — Temuan inefisiensi di PT Perusahaan Listrik Negara senilai Rp 37 triliun berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan bukan hanya terkait tidak terpenuhinya bahan bakar gas untuk pembangkit listrik. Laporan tersebut memuat banyak masalah. Bahkan, ada indikasi tindak pidana korupsi.
Hal itu dikatakan anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Achmad Riyaldi, saat rapat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (13/11/2012).
Hadir dalam rapat mantan Direktur Utama PT PLN Dahlan Iskan, Menteri ESDM Jero Wacik, Kepala BP Migas R Priyono, jajaran Direksi PT PLN, PT Pertamina, dan PT PGN. Mereka dimintai klarifikasi terkait hasil audit BPK bahwa ada inefisiensi sekitar Rp 37 triliun di PLN dalam periode 2009-2010.
Achmad menanggapi penjelasan Dahlan yang menganggap masalah dalam temuan BPK hanya terkait suplai gas. Dahlan menyebut kebutuhan gas untuk delapan unit pembangkit listrik tidak terpenuhi sehingga harus diganti dengan solar. Total pengeluaran untuk pengadaan solar di tahun 2009, kata Menteri BUMN itu, mencapai Rp 17,9 triliun, dan tahun 2010 Rp 19,7 triliun.
Menurut Dahlan, dalam audit BPK hanya ada satu rekomendasi untuk PLN, yakni mempercepat pembangunan FSRU dan CNG di Bali. Menurut dia, tidak ada indikasi penyimpangan dalam temuan BPK.
Achmad memberi contoh, dalam audit BPK, ada pemasok batubara yang tidak siap menyuplai batubara ke PLTU 10.000 megawatt. Ada pula suplai batubara yang spesifikasinya tidak sesuai dengan kebutuhan pembangkit. Bahkan, ada temuan tiga pemasok batubara pemenang lelang tidak menyuplai batubara.
Penjelasan BPK, kontrak dengan tiga pemasok batubara itu sudah dibatalkan. Namun, kata dia, jaminan kontrak sudah dicairkan dan diterima oleh pengusaha, bukan PLN. "Saya tanya ke Pak Hasan Bisri (Wakil Ketua BPK), apakah temuan itu merupakan potensial loss atau sudah loss? Beliau katakan sudah ada kerugian keuangan negara dan sudah ada indikasi korupsi. Itu jawabannya. Kok hanya seperti itu jawabannya, dan hanya soal gas?," kata Achmad.
Dalam rapat itu, beberapa anggota Dewan menanyakan apakah Dahlan sudah membaca seluruh hasil audit BPK. Dahlan mengaku tidak membaca rincian hasil audit, hanya membaca kesimpulan.
Anggota Komisi VII DPR, Dewi Aryani, menilai Dahlan tak serius menyikapi temuan BPK. Pasalnya, dalam audit BPK itu, kata dia, rekomendasi untuk PLN bukan hanya satu, melainkan ada 52 rekomendasi. "Kelihatan tidak ada niat baik serius baca audit BPK," kata dia.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Dahlan Iskan Versus DPR
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.