Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa KPK: Neneng Harus Tetap Disidang

Kompas.com - 13/11/2012, 12:57 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi meminta majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan terdakwa Neneng Sri Wahyuni beserta tim pengacaranya terkait kasus pengadaan dan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Jaksa menilai, keberatan atas surat dakwaan yang diajukan pihak Neneng tersebut sudah melampaui lingkup eksepsi karena telah masuk materi pemeriksaan yang harus dibuktikan melalui pemeriksaan di persidangan.

Hal ini merupakan tanggapan jaksa KPK atas eksepsi Neneng yang disampaikan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (13/11/2012). “Kami mohon majelis memutuskan menolak seluruh eksepsi terdakwa dan tim penasihat hukum, menyatakan surat dakwaan telah memenuhi syarat formil dan materiil, dan dapat dijadikan dasar melakukan pemeriksaan perkara atas nama Neneng Sri Wahyuni,” kata jaksa Rini Triningsih.

Menurut dia, sejumlah poin eksepsi yang diajukan Neneng dan tim pengacaranya itu harus ditolak. Poin pertama, mengenai keberatan Neneng disebut sebagai buron KPK. Atas keberatan ini, jaksa berpendapat bahwa kebenaran mengenai buron tidaknya Neneng harus dibuktikan terlebih dahulu melalui pemeriksaan saksi dalam persidangan.

Kedua, soal poin eksepsi Neneng yang mempertanyakan mengapa Yulianis tidak ditetapkan KPK sebagai tersangka, padahal dalam berita acara pemeriksaan Muhammad Nazaruddin, Yulianis disebut membagi-bagikan uang kepada sejumlah pejabat Kementerian Pemuda dan Olahraga. Atas poin keberatan ini, jaksa menilai hal itu tidak ada relevansinya dengan perkara PLTS yang didakwakan kepada Neneng.

“Eksepsi atau keberatan tidak ada relevansinya dengan materi surat dakwaan,” ujar jaksa Rini.

Ketiga, mengenai keberatan Neneng disebut mengintervensi pejabat Kemenakertrans dalam proses tender proyek PLTS. Menurut jaksa, poin eksepsi Neneng tersebut tidak dapat dipertimbangkan karena sudah masuk materi perkara yang masih harus dibuktikan dalam persidangan.

Keempat, soal keberatan Neneng ditahan di Rumah Tahanan Jakarta Timur Cabang KPK. Atas keberatan ini, jaksa KPK menilai hal itu bukan termasuk materi keterangan yang dapat dipertimbangkan majelis hakim. Namun, jaksa merasa perlu menyanggah alasan Neneng yang mengaku sulit bertemu dengan anak-anaknya selama berada di rumah tahanan (rutan) KPK.

“Selama jadi tahanan di KPK, penuntut umum dan kepala rutan telah memberikan keleluasaan untuk anak-anak membesuk, yakni pada waktu Senin dan Kamis,” kata jaksa Rini. Bahkan, lanjutnya, pihak rutan sudah memberi waktu bagi anak-anak bertemu dengan Neneng di luar jam sekolah. “Namun, waktu itu tidak digunakan maksimal oleh terdakwa,” katanya.

Dalam persidangan sebelumnya, jaksa KPK mendakwa Neneng melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2008. Baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, Neneng dianggap melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi sehingga merugikan keuangan negara sekitar Rp 2,72 miliar.

Menurut surat dakwaan yang disusun jaksa, Neneng melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengintervensi pejabat pembuat komitmen (PPK) dan panitia pengadaan dalam penentuan pemenang lelang proyek pengadaan dan pemasangan PLTS di Satuan Kerja Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan  Depnakertrans.  Dalam pelaksanaan proyek, Neneng juga mengalihkan pekerjaan utama dari perusahaan pemenang tender, yakni PT Alfindo Nuratama Perkasa, kepada PT Sundaya Indonesia sehingga menimbulkan kerugian negara.

Atas tanggapan jaksa dan eksepsi pihak Neneng ini, majelis hakim tipikor akan mengambil kesimpulan melalui putusan sela yang dibacakan dalam persidangan berikutnya.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Neneng dan Dugaan Korupsi PLTS

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

    Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

    Nasional
    Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

    Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

    Nasional
    Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

    Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

    Nasional
    Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

    Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

    Nasional
    Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

    Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

    Nasional
    Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

    Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

    Nasional
    Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

    Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

    Nasional
    KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

    KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

    Nasional
    Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

    Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

    Nasional
    KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

    KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

    Nasional
    Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

    Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

    Nasional
    KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

    KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

    Nasional
    KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

    KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

    Nasional
    Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

    Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

    Nasional
    Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

    Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com