Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kronologi Komisioner KPU Versus Setjen KPU

Kompas.com - 09/11/2012, 21:19 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner KPU mengeluhkan kebijakan yang dikeluarkannya sulit dilaksanakan jajaran Sekretariat Jenderal (Setjen) KPU. Komisioner KPU menilai jajaran Setjen telah melakukan pembangkangan birokrasi.

"Kebijakan KPU tidak akan mungkin bisa dilaksanakan oleh tujuh komisioner KPU. Kami tidak mungkin mengimplementasikan kebijakan ini tanpa dukungan supporting system yang dilaksanakan Setjen KPU," ujar komisioner divisi hukum dan pengawasan KPU Ida Budhiati.

Hal itu dikatakannya dalam sidang kode etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Jakarta, Jumat (9/11/2011).

Ida merinci, pada masa akhir perbaikan verifikasi administrasi 22 Oktober 2012 silam, KPU mendapati tidak semua parpol memasukkan data lewat Sistem Informasi Politik (Sipol).

Dari tujuh hari yang dimiliki KPU untuk mengentaskan impor data tadi, setidaknya KPU perlu 68 personel yang harus disediakan oleh Setjen KPU. Sementara fakta yang dihadapi adalah terlalu sulit untuk meminta dukungan 68 orang itu tadi.

Menurut Ida, karena kekurangan personel, KPU akhirnya meminta kepada KPU DKI agar mengerahkan personelnya melaksanakan tugas tersebut. Walau demikian, lanjutnya, gabungan komisioner KPU dan KPU DKI masih kewalahan mengerjakan verifikasi administrasi.

"Ini berimplikasi pada keterlambatan kami di dalam mengirim data kepada KPU kab/kota yang harus membantu mencocokkan daftar nama anggota parpol dalam softcopy ke hardcopy. Dengan kondisi tersebut, KPU Kab/Kota terlambat memberikan respons ke KPU," paparnya.

Ia menyebutkan, pada 23 Oktober 2012, komisioner menjalani rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI. KPU dalam kesempatan itu sempat mengeluhkan hambatan verifikasi karena Setjen.

Kemudian, pada 24 Oktober 2012, KPU sepenuhnya mengerjakan dokumen administrasi verifikasi parpol tanpa dukungan Setjen.

"Keesokan harinya, Setjen KPU melakukan rapat dan mengundang seluruh komisioner yang menurut saya secara pribadi ini bagian dari pemboikotan Pemilu. Pembangkangan birokrasi terhadap komisioner KPU," timpal Ida.

Kemudian, pada 24 Oktober 2012 juga, saat Ida sedang rapat di DKPP, dirinya dipanggil ke kantor KPU tentang pernyataan komisioner bahwa dukungan Setjen dianggap tidak optimal.

"Saya datang duduk di meja depan, lalu ada salah seorang wakil kepala biro hukum (Saiful Bahri), meminta saya keluar dari ruangan," tegasnya.

Sontak Ida terdiam, Saiful Bahri keluar ruangan dan diikuti beberapa staf Setjen.

"Kemudian, ada staf bernama bapak Andi menyampaikan bahwa 'pimpinan kami di sini adalah bapak Sekjen (Suripto Bambang Setyadi), kalo bapak Sekjen tidak keluar, maka kita tidak perlu keluar dari ruangan ini," cerita Ida.

Menurut Ida, ada dikotomi antara komisioner dan Setjen. Persoalan ini, ungkapnya, tidak hanya terjadi di tingkat pusat tapi juga sudah tersebar hingga di tingkat daerah.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

Nasional
Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Nasional
Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com