JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang diketuai Gusrizal menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan pihak mantan Bupati Buol, Amran Batalipu. Amran menjadi terdakwa kasus dugaan penerimaan suap terkait kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Buol, Sulawesi Tengah. Putusan hakim tersebut dibacakan dalam persidangan dengan agenda pembacaaan putusan sela yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (5/11/2012).
"Memutuskan, menolak keberatan tim Amran dan menyatakan sah surat dakwaan penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi atas nama Amran Batalipu, memerintahkan melanjutkan pemeriksaan perkara tersebut," kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal.
Dengan demikian, pemeriksaan perkara Amran akan dilanjutkan dengan meminta keterangan saksi-saksi dalam persidangan berikutnya. Belum diketahui pihak mana saja yang akan menjadi saksi pertama bagi Amran tersebut. Menurut majelis hakim, nota keberatan Amran tidak dapat diterima karena sebagian besar isinya sudah termasuk substansi perkara yang harus dibuktikan terlebih dahulu melalui proses persidangan.
Dalam eksepsinya yang dibacakan pada persidangan sebelum ini, Amran membantah menerima uang Rp 3 miliar dari PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) atau PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) terkait kepengurusan surat-surat pengajuan izin usaha perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) lahan seluas 4.500 hektare dan 75.000 hektar atas nama PT HIP. Menurut Amran, uang Rp 3 miliar itu tidak berkaitan dengan kepengurusan surat-surat melainkan dana bantuan untuk kampanye. Saat itu, Amran mencalonkan diri dalam Pemilihan Kepala Daerah Buol 2012. Dia juga beralibi sedang cuti saat menerima uang tersebut. Menurut Amran, dirinya tidak dapat digolongkan sebagai penyelenggara negara ketika itu.
Olehkarena itulah, pengacara Amran menilai kliennya lebih tepat dikatakan melakukan pelanggaran pidana dalam Pemilkada dibanding melakukan korupsi. Sementara, menurut tim jaksa penuntut umum KPK, Amran menerima suap senilai Rp 3 miliar terkait kepengurusan surat-surat pengajuan izin usaha perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) lahan seluas 4.500 hektare dan 75.000 hektar atas nama PT HIP. Uang tersebut diterima dari Presiden Direktur PT HIP, Siti Hartati Murdaya beserta sejumlah petinggi PT HIP lainnya, yakni Gondo Sudjono, Yani Anshori, Totok Lestiyo, dan Arim pada 18 Juni dan 26 Juni 2011.
Saat ini, Hartati sudah ditetapkan sebagai tersangka sedangkan Yani dan Gondo dituntut dua tahun enam bulan penjara. Jaksa pun mendakwa Amran dengan pasal yang disusun secara alternatif yakni Pasal 12 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP. Ancaman hukumannya, maksimal 20 tahun penjara.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Hartati dan Dugaan Suap Bupati Buol