Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memahami Konflik Poso

Kompas.com - 01/11/2012, 02:28 WIB

Protes sosial jangan hanya dimaknai bahwa bom Poso itu adalah teror sesama warga. Sebenarnya, pesan politik yang ingin disampaikan adalah apakah dinamika masyarakat yang pernah mengalami trauma konflik murni karena dendam pihak tertentu ataukah karena persoalan ketimpangan sosial.

Selayaknya pemerintah introspeksi diri apakah kesepakatan damai yang telah dicapai sudah terimplementasi baik di lapangan atau belum. Sebab, jika pemerintah kurang memberikan perhatian, protes sosial ini harus dimaknai bahwa pemerintah perlu lebih intens dan optimal dalam membangun daerah konflik, baik berupa pelayanan publik maupun infrastruktur, termasuk pemberdayaan masyarakat pribumi dan pendatang. Sederhananya, Poso sebagai daerah bekas konflik yang terabaikan membutuhkan perhatian khusus. Ketidakadilan yang mereka rasakan telah menimbulkan kekecewaan.

Pesan politik yang perlu juga disimak adalah seperti yang diungkapkan seorang tokoh deklarasi Malino, Prof Dr Sulaiman Mamar (2007). Bahwa untuk memperbaiki hubungan kedua kelompok yang bertikai adalah memperbaiki kehidupan ekonomi dengan segala konsekuensi akibat dari konflik. Bahkan, menurut Guru Besar Universitas Tadulako ini, faktor ekonomi akan menjadi perekat perdamaian dan penentu kesepakatan damai. Kuncinya ada pada perbaikan ekonomi kerakyatan.

Kenyamanan komunikasi

Terjadinya gesekan konflik di masyarakat Poso berarti adanya ketidaknyamanan di antara warga masyarakat ataupun antarelite. Jika komunikasi berlangsung nyaman, pertanda ada harmonisasi dan keseimbangan terjadi dalam sistem sosial. Sebaliknya, bila ada teror dan ancaman bom, berarti ada sekelompok komunitas yang secara sengaja dan terencana ingin mengganggu stabilitas politik dan keamanan.

Kekerasan di Poso pada masa konflik diwarnai kenyataan adanya anak-anak berumur 15 tahun sudah pandai merakit bom dan menggenggam senjata M-16. Itu artinya, kader-kader militan sudah terbentuk di Poso. Bahkan, menurut informan penelitian disertasi penulis, Osama bin Laden pernah berkunjung ke Poso. Jika informasi ini benar, artinya Poso sudah jadi jaringan sel teroris yang perlu mendapat perhatian serius dari pihak keamanan.

Menghadapi realitas demikian, untuk mengembalikan kenyamanan warga Poso tidak cukup hanya dengan pendekatan keamanan. Jauh lebih penting lagi, bagaimana warga Poso yang sudah berjiwa militan didekati secara persuasif dan komunikasi timbal balik untuk mengubah pandangan hidup mereka yang militan dan fanatik.

Suatu pandangan hidup, yang sudah merupakan suatu kepercayaan bahwa melakukan kekerasan dihalalkan atas nama ideologi.

Bahkan, secara ekstrem dikatakan, menghilangkan nyawa manusia diperbolehkan atas nama agama yang dia anut. Pemaknaan simbol kekerasan dianggap kewajiban sehingga mereka melakukan tanpa beban dosa. Menghadapi cara pandang semacam ini yang diperlukan adalah pendekatan negosiasi dan persuasif dengan ”pencerahan” ideologi.

Hal yang lebih penting lagi dalam menciptakan harmonisasi dan komunikasi masyarakat Poso, yakni perlunya kesadaran elite (elite politik dan elite agama). Perlu dibangun kesadaran bahwa masyarakat Poso yang berdiam di pesisir atau di pegunungan memiliki hubungan tali persaudaraan. Jangan sampai karena berbeda kepentingan politik dan ekonomi, Poso menjadi jauh dari kedamaian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com