JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis kepada terdakwa Wa Ode Nurhayati sesuai dengan tuntutan jaksa. Wa Ode sebelumnya dituntut hukuman 14 tahun penjara untuk dua perbuatan pidana.
"Harapan KPK, tuntutan jaksa dikabulkan hakim," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa (16/10/2012).
Majelis hakim Tipikor Jakarta dijadwalkan membacakan vonis perkara dugaan penerimaan suap pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) dengan terdakwa Wa Ode Nurhayati siang ini.
Menurut Johan, putusan majelis hakim nantinya akan dijadikan bahan bagi KPK mengembangkan kasus DPID ini. Dalam kasus ini, Wa Ode didakwa menerima suap Rp 6,25 miliar dan melakukan pencucian uang atas kepemilikan uang Rp 50,5 miliar dalam rekeningnya.
Kasus Wa Ode ini merupakan kali pertama KPK menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam satu berkas danwaan dengan perkara dugaan korupsi. Sebelumnya, Johan mengatakan bahwa keputusan majelis hakim nantinya akan menjadi yurisprudensi bagi KPK menggunakan pasal TPPU dalam kasus lainnya. Dalam persidangan pembacaan tuntutan beberapa waktu lalu, jaksa menilai Wa Ode terbukti melanggar Pasal 12 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primer.
Untuk itu, jaksa menuntut hakim memvonis Wa Ode bersalah dan menghukumnya empat belas tahun penjara. Terkait pencucian uang, Wa Ode dianggap terbukti melanggar Pasal 3 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang sesuai dengan dakwaan kedua primer sehingga jaksa meminta hakim menghukum Wa Ode 10 tahun penjara.
Jaksa menjelaskan, Wa Ode dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap Rp 6,25 miliar dari tiga pengusaha, yakni Fahd El Fouz, Paul Nelwan, dan Abram Noch Mambu melalui Haris Surahman. Pemberian tersebut terkait dengan upaya Wa Ode selaku anggota Panita Kerja Tranfer Daerah Badan Anggaran DPR dalam mengupayakan Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah, dan Minahasa sebagai penerima anggaran DPID.
Adapun uang Rp 6,25 miliar dari tiga pengusaha itu merupakan bagian dari Rp 50,5 miliar yang disimpan dalam rekening pribadi Wa Ode di Bank Mandiri. Dalam kurun waktu Oktober 2010 sampai September 2011, Wa Ode melakukan beberapa kali transaksi uang masuk ke rekening Bank Mandiri KCP DPR yang seluruhnya berjumlah Rp 50,5 miliar. Uang tersebut, menurut jaksa, kemudian disembunyikan asal usulnya dengan ditransfer, dialihkan, dibelanjakan, dan digunakan sebagai pembayaran keperluan pribadi. Atas tuntutan tersebut, Wa Ode mengajukan pledoi atau nota pembelaan yang isinya membantah semua tuntutan jaksa. Menurutnya, jaksa menyusun tuntutan tidak berdasarkan fakta persidangan.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik "Vonis Wa Ode"