Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hei, ke Mana Budaya Malu?

Kompas.com - 15/10/2012, 08:24 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Masyarakat Indonesia dianggap cepat lupa akan perbuatan korupsi. Hal ini menjadikan sanksi sosial terhadap para koruptor lemah. Koruptor justru dianggap sebagai penderma dengan menyisihkan uang hasil korupsinya ke masyarakat. Anggota Komisi Hukum DPR Martin Hutabarat mengatakan, menjadi hal yang tak mengherankan ketika seorang mantan terpidana kasus korupsi menjadi pejabat seusai menjalani masa hukumannya.

"Orang Indonesia itu sangat mudah lupa terhadap perbuatan korupsi. Ini disebabkan karena di masyarakat, korupsi bukan dianggap sebagai kejahatan luar biasa. Bukan dianggap sebagai perbuatan yang sangat memalukan," ujarnya.

Pernyataan Martin ini sebagai reaksi atas diaktifkannya kembali Azirwan, mantan terpidana korupsi dalam kasus alih fungsi hutan lindung di Pulau Bintan, menjadi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, beberapa waktu lalu.

"Tidak ada sedikit pun korelasi yang dianggap tabu antara perbuatan korupsi dan perbuatan menyumbangkan hasil korupsi di masyarakat kita. Jadi, budaya kita sehari-hari tidak menganggap musuh perbuatan seorang koruptor," kata Martin.

Ia membandingkan dengan budaya yang terjadi di Jepang dan Korea Selatan. Di sana, seorang mantan presiden atau menteri yang masih aktif bisa bunuh diri karena merasa malu kepada masyarakatnya kalau diketahui korupsi. Praktik seperti itu tidak pernah terjadi di Indonesia karena orang tidak merasa malu korupsi.

"Budaya malu itu tidak ada di masyarakat Indonesia. Di samping itu korupsi di Indonesia banyak yang sifatnya struktural. Perbuatan yang saling melindungi. Peranan partai sangat penting dalam perbuatan korup seperti ini. Titip menitipkan seseorang pejabat untuk dibantu atau dilindungi oleh jaringan partai sangat kuat," ujar politisi Partai Gerindra ini.

Hal tersebut menjadi cermin nyata betapa dalam pemerintahan Indonesia kekuasaan partai mendominasi. "Inilah yang sering kita alami sehingga perbuatan korupsi tidak tumpas kita berantas seperti di Riau Kepulauan ini," kata Martin lagi.

Adapun Azirwan yang merupakan mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan itu bebas dari tahanan sekitar tahun 2010. Azirwan dan Al Amin Nasution (waktu itu anggota Komisi IV DPR) ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, pada 8 April 2008. Azirwan divonis 2 tahun 6 bulan penjara dan membayar denda Rp 100 juta atau subsider tiga bulan penjara. Azirwan terbukti menyuap Al Amin terkait pembahasan alih fungsi hutan lindung di Bintan pada 2008.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik "Bekas Koruptor Jadi Pejabat"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

    PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

    Nasional
    Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Nasional
    Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

    Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

    Nasional
    KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

    KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

    Nasional
    Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

    Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

    Nasional
    KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

    KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

    Nasional
    KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

    KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

    Nasional
    Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

    Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

    Nasional
    Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

    Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

    Nasional
    Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

    Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

    Nasional
    Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

    Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

    Nasional
    Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

    Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Nasional
    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com