Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Skandal Korupsi Lemahkan Dukungan ke Partai Demokrat

Kompas.com - 14/10/2012, 18:00 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Skandal korupsi yang nemimpa kader-kader Partai Demokrat dinilai melemahkan dukungan masyarakat terhadap partai itu. Perolehan suara Partai Demokrat pada pemilihan umum (Pemiu) 2014 diramalkan merosot sebesar 12 persen atau hampir dua pertiga dari hasil Pemilu 2009.

Temuan ini merupakan hasil riset nasional Saiful Mujani Research Center yang disampaikan dalam acara Rilis Survei Nasional dan Diskusi bertajuk Kecenderungan Swing Voter Pemilih Partai Menjelang Pemilu 2014 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Minggu (14/10/2012). Survei tersebut dilakukan melalui wawancana tatap muka pada 5-16 September 2012 terhadap 1.219 responden yang tersebar di seluruh Indonesia.

Grace Natalie selaku pemapar hasil survei menyampaikan, menurunnya perolehan suara Partai Demokrat 2014 tidak terlepas dari fakta bahwa skandal korupsi kader Demokrat tersebut mendapat peliputan berita dan opini nasional sangat insentif sampai hari ini.

Hasil survei menyebutkan, sebanyak 53,2 persen responden mengikuti opini atau pendapat di media massa yang mengatakan bahwa sejumlah pemimpin Partai Demokrat melakukan korupsi. "Sementara yang tidak mengikuti pemberitaan sebesar 43,5 persen," katanya.

Sebagian besar responden tersebut, lanjutnya, merasa yakin bahwa oknum Partai Demokrat melakukan korupsi. Jika dilakukan pemilihan sekarang, kata Grace, sebanyak 61,1 persen responden yang memilih Partai Demokrat pada 2009 mengaku tidak akan memilih partai biru itu lagi. "Sebanyak 33,6 persennya masih akan memilih," tambah Grace.

Hasil survei tersebut juga menunjukkan, publik berpendapat sebaiknya kader Demokrat yang diberitakan terkait dengan skandal korupsi itu mengundurkan diri atau menonaktifkan diri tanpa perlu menunggu ditetapkan sebagai tersangka, apalagi menunggu vonis hakim. Setidaknya, pendapat itu diutarakan 72,4 persen responden.

"Dari sini terbukti bahwa yang menggerogoti Demokrat adalah skandal politik, bukan karena ekonomi yang kurang baik atau kinerja presiden," ujar Grace.

Menanggapi hasil survei ini, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Hayono Isman mengakui bahwa skandal korupsi ini menjadi beban Partai Demokrat.

"Ini yang membuat hati kami sedih, karena kami lahir sebagai partai yang ingin membawa sesuatu yang bersih, 'katakan tidak pada korupsi', namun justru turunnya kredibilitas partai karena kasus korupsi yang diberitakan luas," katanya.

Padahal, menurut dia, korupsi tidak hanya melibatkan kader Partai Demokrat melainkan juga partai lain. Namun, sebagai partai pemenang Pemilu, sudah menjadi risiko jika isu skandal korupsi kader Partai Demokrat diberitakan lebih kencang dibanding partai lain.

"Satu kader Demokrat korupsi dibanding 10 dari kader lain, yang dilihat yang satu ini. Kasus Hartati misalnya, bupatinya dari partai lain lebih bersalah sebagai penyelenggara negara," kata Hayono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com