Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Lagi Penyidik KPK Jadi Tersangka Kasus Sarang Walet

Kompas.com - 13/10/2012, 20:07 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kembali menetapkan status tersangka pada salah satu penyidik Komisi Pemberantasam Korupsi (KPK) terkait kasus penembakan terhadap enam pencuri sarang walet di Bengkulu delapan tahun silam. Kasus tersebut turut menyeret salah seorang penyidik KPK Kompol Novel Baswedan sebagai tersangka.

Selain penyidik KPK, polisi turut menetapkan status tersangka pada salah seorang perwira menengah dari salah satu Polda di Indonesia. "Sudah (menjadi tersangka), sebagian tersangka. Intinya belum dilakukan pemeriksaan. Adapun dalam proses pemeriksaan saksi, mereka sudah menjadi bagian yang dipersangkakan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Brigjen (Pol) Boy Rafli Amar di Jakarta, Sabtu (13/10/2012).

Boy mengatakan, Polri menurutnya sedang melakukan evaluasi untuk dapat melakukan pemeriksaan terhadap penyidik KPK tersebut. Ia memaparkan, Polri telah mengantongi sejumlah keterangan saksi dan barang bukti yang dapat dijadikan dasar menjerat penyidik KPK dan Perwira Polisi itu sebagai tersangka.

Selain itu, ia mengakui, Polri sedang mengecek barang bukti agar Kompol Novel Baswedan beserta koleganya tidak dapat berkilah dari jeratan hukum. "Berdasarkan keterangan saksi, seorang penyidik KPK tersebut bertindak sebagai pelaksana (penembakan pencuri sarang walet)," jelasnya.

Ia menyebutkan, pemberian status tersangka yang dialamatkan ke penyidik KPK beserta salah seorang perwira menengah sudah sesuai ketentuan hukum. Berdasarkan keterangan saksi, mereka bersama Iptu Novel Baswedan diketahui menembak pencuri sarang walet yang masing-masing mengenai bagian kaki keenam pencuri tersebut.

Boy menjelaskan, salah seorang penyidik KPK tersebut pada saat terjadinya peristiwa delapan tahun silam masih berpangkat Ipda. Di luar itu, Boy mengatakan ketiga tersangka tersebut harus bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang mereka lakukan. Ketiga perwira kepolisian tersebut, menurut Boy, harus menjalani persidangan.

"Masalah penembakan masing-masing itu harus melalui proses pembuktian fakta-fakta penyidikan di lembaga peradilan,"tutupnya.

Seperti diberitakan, pengusutan kasus penembakan pencuri sarang burung walet di Bengkulu yang disebut polisi melibatkan penyidik KPK Kompol Novel Baswedan menuai kontroversi. Kepolisian Bengkulu mendatangi Gedung KPK untuk menangkap Novel persis usai pemeriksaan Irjen (Pol) Djoko Susilo yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM. KPK menganggap pengusutan kasus Novel merupakan kriminalisasi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun berpendapat, penanganan kasus Novel tidak tepat dari sisi waktu maupun caranya.

Selengkapnya mengenai perkembangan kasus Novel dapat diikuti dalam topik Polisi vs KPK.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Nasional
    Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Nasional
    Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

    Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

    Nasional
    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com