Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Pidato Lengkap Presiden soal KPK-Polri

Kompas.com - 09/10/2012, 16:03 WIB
Hindra Liauw

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah mendapat dorongan dari publik, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan tanggapan atas konflik Kepolisian dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Pidato ini disampaikan Presiden di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/10/2012) malam.

Sebelum berpidato, Presiden terlebih dahulu memimpin rapat pertemuan pimpinan KPK dengan Kapolri Jenderal Timur Pradopo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.

Berikut ini adalah isi pidato lengkap tersebut.

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Saudara-saudara, seluruh rakyat Indonesia di mana pun Saudara berada,

Pada malam hari ini, saya ingin memberikan penjelasan yang hari-hari terakhir ini menjadi perhatian masyarakat luas, yaitu perbedaan pandangan ataupun perselisihan antara pihak Polri dan pihak KPK di dalam menjalankan tugas bersamanya, menegakkan hukum, utamanya memberantas korupsi, kemudian dampaknya telah sama-sama kita rasakan. Oleh karena itu, saya pandang perlu sekali lagi, untuk memberikan penjelasan pada malam hari ini.

Kita masih ingat bahwa dulu pernah ada perselisihan antara KPK dengan Polri, ketika juga ada perbedaan pendapat menyangkut Pak Susno Duadji dengan Pak Bibit dengan Pak Chandra. Dan sekarang, kalau kita simak hari-hari terakhir ini situasinya juga berkembang ke arah yang tidak sehat.

Penjelasan ini juga, saya perlukan, agar ketika saya harus kembali turun tangan, rakyat bisa mengerti mengapa saya harus melakukan langkah itu. Kita mengetahui, bahwa sebenarnya pihak Polri dan KPK berupaya untuk menyelesaikan dan mengatasi perbedaan pandangan dan perselisihan itu merujuk kepada Undang-Undang dan MoU atau Nota Kesepakatan, atau Memorandum of Understanding. Tetapi tidak bisa dicapai kesepakatan yang bulat.

Sungguhpun demikian, saya terus terang sangat berhati-hati, jika harus memasuki wilayah di mana KPK sedang bekerja. Mengapa, Saudara-saudara? Isunya pasti akan menjadi sensitif, dikira Presiden mempengaruhi KPK. Sekaligus pada kesempatan yang baik ini, saya ingin meluruskan karena sejumlah SMS yang saya terima sejak dua hari yang lalu sampai hari ini, ada yang beranggapan bahwa KPK itu di bawah Presiden, tidak. KPK adalah lembaga independen. Lima Pimpinan KPK itu dipilih oleh DPR RI. Kemudian calon-calon Pimpinan KPK itu diseleksi oleh tim seleksi yang juga independen. Ini perlu saya sampaikan supaya tidak ada salah pengertian, seolah-olah, baik Polri maupun KPK, itu di bawah koordinasi Presiden.

Saudara-saudara,

Kemarin Menteri Sekretaris Negara telah memberikan penjelasan. Penjelasan itu diperlukan, karena saya mengikuti kegaduhan di sosial media dan juga SMS yang juga masuk ke tempat saya, yang seolah-olah Presiden diam saja, tidak melakukan apa-apa terhadap dinamika yang terakhir pada minggu ini.

Saya ingin jelaskan pada malam hari ini, bahwa tanggal 5 Oktober sore hari, saya bertemu, saya memanggil Kapolri untuk saya berikan arahan berkaitan dengan upaya mengatasi perselisihan antara Polri dan KPK itu. Pertemuan itu tentu sebelum terjadinya insiden pada malam hari, 5 Oktober malam hari yang terjadi di Kantor KPK.

Setelah ada insiden, berkaitan dengan apa yang akan dilakukan oleh Polri terhadap seorang Perwira Polri yang sekarang menjadi penyidik KPK, yaitu Komisaris Polisi Novel Baswedan, maka esok harinya, hari Sabtu, 6 Oktober, saya dan para Menteri terkait juga bekerja. Waktu itu melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, saya berikan arahan agar Kapolri bisa bertemu dengan Pimpinan KPK pada hari Minggunya. Segera bertemu sehingga bisa segera mencari solusi yang baik.

Tetapi pertemuan pada hari Minggu yang saya harapkan tidak bisa dilakukan, karena para Pimpinan KPK sedang berada di luar kota. Oleh karena itulah, tadi malam, Minggu malam saya setujui, saya dukung ketika Mensesneg bertemu dengan Pimpinan KPK atas permintaan mereka, karena ada sejumlah hal yang melalui Mensesneg ingin disampaikan kepada saya.

Saya tadi pagi juga setuju atas permintaan Pimpinan KPK agar Mensesneg memfasilitasi pertemuan antara Kapolri dengan Pimpinan KPK. Dan Alhamdulillah, tadi siang, 8 Oktober 2012, saya sendiri telah bertemu dengan dua Pimpinan KPK, Saudara Abraham Samad dan Saudara Bambang Wijayanto dengan Kapolri dan didampingi oleh Mensesneg. Pertemuan harus saya katakan berjalan dengan baik dan konstruktif.

Saudara-saudara,

Dengan keseluruhan penjelasan yang ingin saya sampaikan pada malam hari ini, saya berharap Saudara-saudara kami, rakyat Indonesia benar-benar dapat memahami duduk persoalan dari permasalahan ini dan kemudian akan memahami apa kebijakan, solusi, dan tindakan lebih lanjut yang harapan saya bisa dijalankan bersama-sama oleh Kepolisian, oleh KPK dan kita semua.

Dengan pengantar itu, penjelasan ini akan saya sampaikan dengan empat agenda atau empat hal utama.

Pertama adalah saya ingin merespons apa yang disuarakan pada akhir-akhir ini, sebutlah menyangkut keinginan dan tuntutan masyarakat agar Presiden mengambil alih persoalan ini, harus saya respon.

Yang kedua, saya akan menjelaskan dan sekaligus nanti solusi apa yang harus kita tempuh, berkaitan dengan permasalahan hubungan antara Polri dengan KPK.

Yang ketiga, di kesempatan yang baik untuk menyampaikan posisi dan pendapat saya terhadap pemikiran untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang KPK.

Dan yang terakhir, saya tutup penjelasan saya pada malam hari ini dengan lima kesimpulan utama yang juga merupakan solusi dan langkah ke depan yang harus dilaksanakan.

Saudara-saudara,

Saya akan mulai dari yang pertama, kapan dan dalam hal apa, Presiden bisa melakukan intervensi dan bisa mengambil alih, sebutlah dalam proses penegakan hukum. Selama ini, saya masuk ke dalam proses penegakan hukum, manakala ada kebuntuan dalam mengatasi perbedaan dalam penegakan hukum. Peran Presiden yang lebih tepat adalah menengahi atau memediasi dan kemudian mencari solusi, agar permasalahan itu bisa diatasi.

Saya pernah menengahi dan mencarikan solusi, ketika ada perselisihan, antara lain, KPK dengan MA, dengan Mahkamah Agung, itu sekitar tahun 2006. BPK dengan Mahkamah Agung tahun 2007, KPK dengan Polri dan Kejaksaan Agung tahun 2009, tetapi Presiden tidak dapat dan tidak boleh intervensi apa yang dilakukan oleh penyidik, penuntut, dan hakim dalam proses penegakan hukum. Merekalah yang diberikan kewenangan oleh Undang-Undang dan bukan Presiden.

Hal yang sama, dalam arti tidak boleh mengintervensi kewenangan para penyidik, penuntut, dan hakim itu juga berlaku bagi para Pimpinan KPK, Kapolri, Jaksa Agung dan juga Ketua Mahkamah Agung, kecuali ada kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang.

Saudara tahu bahwa kewenangan yang diberikan oleh Konstitusi kepada Presiden ada empat. Pertama, memberikan grasi dan rehabilitasi dengan mendengarkan pertimbangan Mahkamah Agung, serta memberikan amnesti dan abolisi dengan mendengarkan pertimbangan DPR.

Keputusan saya kali ini untuk kembali menengahi dan mencari solusi menyangkut perselisihan KPK dan Polri, sebenarnya untuk yang kedua kalinya. Sedangkan saya ingat, keseluruhan perselisihan KPK dengan lembaga negara yang lain yang saya ikut memediasi dan mencarikan solusinya, ini adalah yang ketiga kalinya.

Semuanya ini menunjukan, Saudara-saudara, saya tidak pernah melakukan pembiaran atau enggan melakukan mediasi. Tetapi tentu tidak baik dan juga harus dihindari, Presiden terlalu sering melakukan campur tangan untuk urusan penegakan hukum seperti ini.

Lima tahun yang lalu, saya punya inisiatif untuk memimpin Rapat Koordinasi pemberantasan korupsi di mana KPK juga hadir, banyak yang mengritik saya, itu tidak tepat dan dianggap memasuki wilayah penegakan hukum. Empat tahun yang lalu, satu tahun kemudian, di ruangan ini, saya membuka Rapat Koordinasi antara jajaran Mahkamah Agung, jajaran Kejaksaan Agung dan jajaran Polri, kembali saya dianggap memasuki wilayah hukum yang bukan menjadi otoritas saya. Oleh karena itulah, saya harus benar-benar tepat dan proporsional, manakala harus memasuki wilayah penegakan hukum.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sejarah Hari Buku Nasional

    Sejarah Hari Buku Nasional

    Nasional
    Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

    UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

    Nasional
    KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

    KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

    Nasional
    Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

    Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

    Nasional
    Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

    Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

    Nasional
    Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

    Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

    Nasional
    Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

    Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

    Nasional
    Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

    Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

    Nasional
    PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

    PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

    Nasional
    Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

    Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

    Nasional
    Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

    Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

    Nasional
    Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

    Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

    Nasional
    Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

    Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

    Nasional
    Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

    Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com